Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Wonderful Life": Karena Bahagia Tak Bisa Didikte

Kompas.com - 09/10/2016, 15:22 WIB

Bagi sebagian orang, standar itulah yang menentukan apakah seorang anak berhasil atau tidak. Ayah Amalia menganggap ketidakmampuan Aqil untuk membaca adalah sebuah penyakit yang harus diobati. Namun, dunia di mata Aqil tidak sehitam putih itu. Dia melihat berbagai hal yang menarik, serba berwarna, dan tidak seperti keinginan umi-nya.

"Kenapa sih apa-apa Umi? Semua Umi," ujar bocah itu.

Peta jalan anak
Seusai pemutaran film terbatas, Sabtu (8/10/2016), Amalia menyebutkan, anak-anak itu memiliki peta jalan (road map) sendiri.

"Sering kali yang menyiksa mereka adalah kami, para ibu, yang sudah punya ekspektasi, standardisasi, dan sudah punya keinginan menjadikan anak itu seperti apa," tuturnya.

Pernah suatu masa, Amalia menjauhkan diri dari Aqil karena anak itu tidak bisa memenuhi keinginannya.

Dia merasa hancur karena standar akademis yang selalu dipakainya seolah dimentahkan.

Setelah mau membuka diri dan berdamai dengan kondisi anaknya, barulah Amalia merasa hidupnya menjadi lebih indah.

"Hidup yang saya jalani memang berat, tetapi wonderful. Transformasi dari Amalia yang tersiksa menjadi yang berdamai terlihat jelas dalam film ini," ujarnya.

Wonderful Life disutradarai Agus Makkie. Melalui judulnya, film ini ingin menebarkan spirit positif yang tidak melulu menghibur, tetapi juga ada maknanya.

"Tema film ini tidak banyak diangkat. Tantangannya adalah cara penyampaiannya, apakah akan jatuh menjadi kisah sedih, sendu, depresif, atau tidak, Meskipun ini film drama, tidak harus seperti stereotip film drama pada umumnya," katanya.

Ada tingkah polah beberapa karakter yang mengundang tawa, seperti tukang perahu yang menyeberangkan Amalia dan Aqil ke rumah seorang dukun.

Tentu saja adegan mengharukan berpusat pada hubungan ibu dan anak tersebut.

Bagi Atiqah, film ini juga menjadi tantangan tersendiri.

Dia akhirnya melihat film itu sebagai sebuah kisah hubungan antarmanusia.

"Fenomena yang terjadi di masyarakat kita adalah lingkungan sosial yang mendikte orang harus seperti apa. Dalam cerita ini, tekanan sosial yang paling berpengaruh adalah ayah Amalia. Barangkali tekanan lingkungan itu adalah yang terbaik, tetapi bukan yang dibutuhkan," ucap Atiqah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com