Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Resensi: Rindu Dendam Cinta Transgenik

Kompas.com - 20/08/2008, 00:47 WIB

Sisi lain dari novel ini adalah bagaimana kita diperlihatkan pada moral sang pelaku dalam keseharian. Di satu sisi Dokter Lanang sebagai seorang lelaki dengan leluasa mengumbar nafsu sexnya begitu gampang diumbar, dia begitu gampangnya meniduri seorang pelacur yang dia sayangi tapi di satu sisi dia sudah beristri. Di lain pihak, dia pun menjadi begitu religius digambarkan ketika belum dapat memecahkan teka-teki penyebab penyakit yang menyerang sapi-sapi perah tersebut.

Dengan meninggalkan istrinya tanpa perasaan ketakutan terjadi apa-apa, dia mencari jawaban dengan berdoa di tempat ibadah dilakukan sendiri. Di sini pengarang seperti membiarkan tokoh Lanang ini berjalan sendiri tanpa diceritakan mengapa itu bisa terjadi. Apakah tidak bisa menjalani beribadah dengan mengajak istrinya? Tentunya akan lebih bijak bila dalam pencarian penyebab itu, dia lebih membagi untuk istrinya dan bersama-sama pergi, daripada membiarkan istrinya di rumah sendiri yang pada akhirnya didatangi binatang tersebut yang kemudian menjelma sebagai dukun Rajikun.

Sepertinya sifat keliaran Dokter Hewan Lanang ini identik dengan hewan yang begitu gampang berganti-ganti pasangan tanpa adanya rasa bersalah.

Beberapa adegan persetubuhan walau digambarkan dengan halus namun terjadi beberapa kali dengan tidak hanya dengan istrinya tapi dengan mantan pacarnya Dokter Hewan Dewi. Perasaan bersalah telah berselingkuh tidak digambarkan kuat, hanya datang sesaat, seperti sesuatu pekerjaan yang biasa saja.

Untuk hal ini novel ini hanya patut dibaca oleh orang dewasa, karena penggambaran tokoh-tokohnya lebih banyak bersifat amoral menurut pandangan umum masyarakat kita yang masih religius. Ada pesan yang ingin disampaikan oleh pengarangnya bahwa keadaan demikian di jaman sekarang kelihatannya sudah mulai lazim. Di satu sisi orang berteriak soal kekeringan adanya dahaga degadrasi moral dalam kehidupan masyarakat, tapi di sisi lainnya kehidupan bebas terpampang jelas di depan mata. Terjadinya kasus-kasus yang menimpa tokoh agama yang seharusnya menjadikan panutan tetapi berbelok melakukan hal-hal yang tak senonoh tergambar dalam tokoh yang bernama Rajikun. Dia ini sebenarnya dulunya bekas imam tempat ibadah Dokter Lanang ketika muda, karena melakukan perbuatan aib dengan salah satu jemaatnya yang seharusnya dia lindungi, tetapi malah “dimakannya” telah tercampakkan keluar dari tampat ibadah di mana dia bernaung. Sampai kemudian tibalah dia bertemu kembali dengan Lanang sebagai dukun hewan dan berkolaborasi dengan Dewi menciptakan hasil rekayasa transgenik.

Dalam kehidupan sehari-hari banyak tokoh-tokohpun mempunyai muka dua, di satu sisi meneriakkan slogan moral dan mencontohkan kehidupan yang religi namun disisi lain dia juga melakukan perbuatan melanggar norma-norma dan apabila ketahuan merasa tidak bersalah malah menjadikan dirinya orang teraniaya, seperti memberikan pembenaran dia hanya khilaf atau menjadi umpan dari sebuah konspirasi pihak lain (mencari kambing hitam untuk menutupi aib yang telah diperbuatnya).

Yang menarik dalam novel ini adalah tidak menyebutkan gereja atau masjid tetapi dengan pengungkapan kata tempat ibadah. Pengarang bermain metafora dalam penyajian ungkapan benda sehingga menimbulkan hal hal baru dalam menikmati suasana baca,  kaya istilah seperti diungkapkan Medy Loekito seorang penyair yang menulis di pembuka novel ini, bahwa membaca Lanang serasa membaca puisi panjang.

Kemudian juga dibahas munculnya tokoh dukun hewan. Tokoh ini dimunculkan berimbang dengan munculnya para ahli yang mewakili dunia ilmiah. Namun dalam perjalanannya dunia ilmiah dikalahkan dengan tokoh dari dunia klenik, dunia dukun.

Pengarang sepertinya menyindir juga, bahwa keseharian kehidupan di masyarakat banyak yang sudah makan bangku sekolahan sampai tinggi di mana pikiran rasionalnya lebih bicara, kadang dalam urusan rejeki, jodoh bahkan sampai kenaikan pangkat, jabatan masih lari pada dukun, pada urusan dunia klenik, yang sebenarnya bertolak belakang dengan akal sehat manusia.

Cinta dan Dendam

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com