Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Film Indonesia Didikte Keberadaannya

Kompas.com - 17/07/2009, 05:33 WIB

Saya beruntung karena film yang saya produksi hampir semua bebas dari tuntutan/pesanan orang lain, apalagi sponsor. Saya katakan beruntung karena tidak semua orang bisa menikmati kebebasan ini dan saya pahami kondisi para produser yang melakukan itu karena biaya serta risiko produksi film sangat tinggi. Sampai hari ini saya dan produser Mira Lesmana yang memproduksi film saya masih berprinsip untuk tidak memaksakan diri bekerja sama dengan sponsor, jadi saya tidak pernah mengalami kendala yang Anda maksud.

 

Sebagai sutradara yang memelopori bangkitnya perfilman di Indonesia dari tidur panjang, mengapa Riri memiliki pandangan yang kurang harmonis dengan Festiva;l Film Indonesia (FFI)? Heru Nugroho Lampung

Terima kasih untuk pujian yang sepertinya berlebihan untuk saya. Tentang FFI intinya saya tidak ingin kita (pembuat film) bergantung pada FFI untuk menentukan barometer kemajuan film Indonesia. Apalagi FFI adalah festival yang diselenggarakan oleh pemerintah dan biasanya bekerja sama penuh dengan stasiun televisi. Saya sering terganggu oleh acara tayangan FFI di televisi yang bertele-tele dan tidak spesial. Unik memang, kita menyebutnya Festival Film Indonesia, tapi acaranya selalu hanya pesta semalam. Walau demikian, saya menghargai sejarah dan tidak melupakan sejarah FFI, tapi tidak ingin romantis-romantisan dengan penyelenggaraan FFI. Kalau penyelenggaraan sedang baik, kita dukung, kalau sedang kurang baik, kita tidak ikut saja. Adalah kenyataan bahwa mengikuti FFI adalah sebuah sikap sukarela karena kita harus mendaftar sebagai peserta. Saya kadang tidak sempat mendaftar, tau-tau deadline pendaftaran sudah lewat. Di Indonesia telah eksis pula beberapa festival film lain, jadi mari kita rayakan keragaman. Semoga tahun ini saya tidak ketinggalan deadline FFI.

 

Tentang Kehidupan

 

Bagaimana pendapat Riri soal kawin cerai selebriti? FX Triyas Hadi Prihantoro Banyuanyar, Surakarta

 

 

Ha-ha-ha.... Saya tidak punya pendapat, itu urusan rumah tangga orang.

 

 

 

”Tanpa semangat dan mimpi - mimpi, orang seperti kita akan mati,” kata Arai, lalu apa dan bagaimana usaha Mas Riri Riza membangun mimpinya, sudah terwujudkah? Wendy Setiawan, Jakarta

 

Wendy, dalam kaitan dunia film mimpi dan semangat setiap hari adalah ingin membuat film yang baik dan bisa saya banggakan. Wah rasanya belum ”pol” sampai hari ini. Tapi sangat bersyukur kok. Saya bangga dengan film-film saya, berarti sebagian dari mimpi sudah tercapai. Terima kasih, Wendi. Mimpi yang lebih besar adalah menjadi orangtua yang baik, bapak yang baik, manusia yang lebih baik saja.

 

 

 

Saya siswi SMA dan tertarik dengan dunia film. Apa Kak Riri punya panutan negara yang memproduksi film berkualitas? Seperti Korea yang banyak bernuansa romantis, Jepang dengan cerita yang dapat mengajak penonton berpikir, Thailand dengan horor, Hongkong/Amerika dengan action? Aliffia, Tasikmalaya

 

 

 

Semua negara yang Aliffia sebut sangat menarik. Tapi saya bangga juga dengan film Indonesia. Kita pertama kali membuat film penting dengan identitas Indonesia yang kuat pada tahun 1951 (Usmar Ismail, Darah dan Doa). Film kita ada juga yang romantis, ada juga yang serius dan intelektual, ada juga pembuat film yang spesialis menang di festival Internasional, dan ada juga film horor yang bisa membuat kita tertawa atau komedi yang membuat kita marah. Saya pikir film Indonesia cukup lengkap dan beragam.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com