Ada banyak hal lain yang bisa dilakukan musisi untuk menambah penghasilan tanpa melunturkan idealisme bermusiknya.
"Waktu dikasih tahu mereka (Peterpan) hanya dapat segitu, saya langsung merasa ada hal yang salah," kata Dimas yang membuat perusahaan Langitdata Indonesia ini, dalam diskusi #Unresolved 3 di Toko Omuniuum, Bandung, Minggu (9/3/2014). Diskusi itu digagas beberapa orang dari komunitas Musik, Teknologi, dan Kewirausahaan di Google+.
Dimas menceritakan, ia dan bandnya di Malaysia, Hujan, mendapat royalti berbentuk cek setidaknya Rp 100 juta dalam setahun. Royalti sebesar itu ia dapat dari mendaftarkan dua hingga tiga lagu gubahannya ke asosiasi lisensi musik setempat. Di Indonesia, asosiasi semacam ini dipegang, misalnya, oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia.
Menurut Dimas, banyak band Indonesia, baik yang tergabung di perusahaan besar maupun indie, tak memahami hak mereka. Sistem pemberian royalti di Indonesia, kata dia, sebenarnya sudah ada sejak dua puluh tahun silam, tetapi tidak dilaksanakan dengan baik.
Musisi, lanjut Dimas, setidaknya harus tahu dua sumber royalti untuk mereka, yaitu mechanical rights dan performing rights. Secara singkat, Dimas menjelaskan, mechanical rights adalah hak musisi saat master rekaman yang mereka ciptakan diperbanyak ke berbagai medium, seperti bentuk kaset, cakram, dan piringan hitam ataupun berkas digital.
Sementara performing rights adalah royalti yang bisa diperoleh musisi jika karya mereka disiarkan di televisi, radio, tempat karaoke, ataupun tempat publik, seperti restoran, hotel, dan bank. Cek sebesar Rp 100 juta yang Dimas terima adalah hasil dari performing rights ini. Rupanya, radio dan televisi di Malaysia masih mengudarakan lagu band Hujan meski band itu kini vakum.
Dari mana uang itu diperoleh? Dimas menceritakan, asosiasi karya cipta mengutip royalti dari pihak yang menyiarkan karya pencipta. Dari sana, uang itu disalurkan kepada pencipta sesuai haknya. Sesederhana itu. Namun, kata Dimas, di Indonesia saat ini terjadi kerancuan asosiasi mana yang berwenang mengutip dan transparansi penyalurannya kepada pencipta.
Saat ini, Dimas menggandeng sejumlah pihak, seperti industri rekaman, asosiasi komposer, dan asosiasi produser, membentuk Sentra Licencing Musik Indonesia (Selma). Sentra ini nantinya yang akan mengutip kepada lembaga penyiaran ataupun tempat komersial yang mengudarakan karya musik.
Landasan hukum sentra ini sedang dimasak kelompok itu, termasuk bersama pemerintah. Dimas bersama perusahaannya tergabung di tim itu. Nantinya, sistem pemberian lisensi itu akan diwujudkan dalam revisi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.