Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keroncong, di Antara Kenangan dan Kekinian

Kompas.com - 15/04/2015, 05:52 WIB

Stambul I umumnya mempunyai irama 4/4 yang terdiri dari 8 Bar, dan kalimat berupa Pantun bagian A dan B. Bersyair secara improvisasi dengan peralihan akord tonika ke sub dominan. Jenis stambul satu sering berbentuk musik vokal saling bertautan yaitu dua birama instrumental dan dua birama berikutnya berisi vokal. Untuk introduksi adalah berisi akord I dengan peralihan ke akord IV. Stambul I merupakan lagu biasa seperti Si Jampang, dan sebagainya.

Stambul II umumnya memiliki irama 4/4 yang terdiri dari 16 Bar, bentuk kalimatnya berupa Pantun atau syair sacara improvisatoris. Intro merupakan improvisasi dengan peralihan akord tonika ke sub dominan, sering berupa vokal yang dinyanyikan secara recitative, dengan peralihan dari akord I ke akord IV, tanpa iringan. Contoh lagu dari stambul II adalah Lambang Kehidupan.

Sedangkan Langgam, konon bermula setelah Perang Dunia I, dengan adanya inflitrasi lagu-lagu populer dari negeri Barat akibat adanya pembangunan hotel-hotel di Indonesia pada dasawarsa 1920-an, seperti Hotel Savoy di Bandung, Hotel Des Indes di Jakarta, dan hotel-hotel bergaya Eropa lainnya di beberapa kota, yang sering mengadakan pentas musik dansa, membuat musik keroncong saat itu juga dipengaruhi oleh lagu-lagu pop Barat dengan struktur panjang 32 Bar tanpa intro dan coda dalam empat bagian: A-A-B-A.

Maka kemudian dikenal Langgam Keroncong, misalnya: Tari Serimpi (M. Sagi), Gambang Semarang (Oey Yok Siang), Bengawan Solo (Gesang), dan lainnya. Lagu biasanya dibawakan dua kali, ulangan kedua bagian kalimat A-A dibawakan secara instrumental, vokal baru masuk pada kalimat B dan dilanjutkan dengan kalimat.

Bentuk lagu langgam ada dua versi, yaitu pertama A-A-B-A dengan pengulangan dari bagian A, kedua seperti lagu standar pop: Verse A-Verse A Bridge B-Verse A, panjang 32 Bar. Beda sedikit pada versi kedua, yakni pengulangannya langsung pada bagian B. Meski sudah memiliki bentuk baku, namun pada perkembangannya irama ini lebih bebas diekspresikan.

Musik keroncong yang lentur itu pun turut mengadaptasi tradisi musik gamelan atau yang dikenal sebagai Langgam Jawa. Langgam Jawa yang pertama adalah Yen Ing Tawang (Tawang suatu desa di Magetan Jawa Timur) ciptaan almarhum Anjar Any (1935). Langgam Jawa memiliki ciri khusus pada penambahan instrumen antara lain sitar, kendang (bisa diwakili dengan modifikasi permainan cello ala kendang), saron, dan adanya bawa atau suluk berupa introduksi vokal tanpa instrumen untuk membuka sebelum irama dimulai secara utuh.

Sementara keroncong beat atau bebas, adalah suatu gaya musikal yang tidak lagi dapat dijabarkan melalui format repertoarnya, namun hal ini dapat dijabarkan secara imitatif melalui pembawaan pola permainan dan warna suara alat musik, serta alat musik yang digunakan dalam musik keroncong. Gaya keroncong ini khusus untuk menampung semua jenis irama keroncong yang bentuknya “menyimpang” dari ketiga jenis musik keroncong yang telah ada di atas.

Alat utama musik yang digunakan dalam keroncong biasanya menggunakan instrumen petik ukulele. Bentuknya semacam gitar tetapi lebih kecil dengan panjang keseluruhan kurang lebih 65 cm terdiri dari leher kurang lebih 35 cm dan bagian badannya kurang lebih 30 cm. Alat musik ini memang bukan alat musik asli musik Indonesia yang di negeri asalnya dinamakan Ukulele atau cuk atau kencrung dalam penamaan Indonesia. Ukulele mempunyai empat utas asli senar yang jika petik secara bersamaan akan menghasilkan bunyi yang kurang lebih sama dengan bunyi gelang keroncong, sehingga alat musik ukulele ini selain disebut cuk juga biasa disebut keroncong.

Dalam bentuknya yang paling awal, yaitu Keroncong Moresco, diiringi oleh musik dawai seperti biola, ukulele, cello, dan perkusi yang terkadang juga dipakai. Setting orkes semacam ini masih dipakai oleh Keroncong Tugu, bentuk keroncong yang masih dimainkan oleh komunitas keturunan budak Portugis yang tinggal di Kampung Tugu. Dalam perkembangannya, alat-alat musik yang digunakan oleh musik keroncong terus mengalami evolusi.

Pada dasarnya alat musik yang digunakan dalam memainkan musik keroncong yang dipakai sebagai ukuran adalah tujuh macam alat, yaitu biola, seruling (flute), gitar, ukulele, banjo, bass dan cello. Apabila sudah ada ketujuh alat musik ini maka permainan musik keroncong ini sudah dikatakan lengkap.

Hajatan yang terselenggara atas kerjasama GIK dan Yayasan Keroncong Indonesia (YAKIN) ini menampilkan tema Keroncong Djoeara Nusantara (KEDJORA) yang menyajikan keroncong beraransemen asli dan lintas genre dengan sub tema: sejarah keroncong, cinta, dan tanah air.

Pergelaran ini diramaikan oleh beberapa penampil seperti Sundari Sukotjo, Rieka Roeslan, Kunto Aji, Yana Yulio, Dewi Gita, Ikke Nurjanah, Winda Viska, dan lain-lain.

Sundari mengungkap, sebagai seorang penyanyi keroncong dirinya bertekad untuk terus memperkenalkan dan membuat masyarakat mencintai musik keroncong. "Keroncong Week" merupakan langkah untuk melestarikan keroncong dengan bahasa kekinian. "Saya berharap Keroncong Week bisa menjadi acara tahunan," kata Sundari.

Ya, ya... keroncong memang masih diperlukan oleh kita. Setidaknya, pada musik itu ada benang sejarah perjalanan bangsa ini. Pada musik inilah dulu, para seniman keroncong pernah menyemangati para pejuang dan rakyat Indonesia untuk tetap tegar dan berani memperjuangkan haknya sebagai sebuah bangsa.

@JodhiY

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com