Tepat pukul 20.00 WIB, acara dimulai dengan pertunjukan dari band Van Java dari Jakarta, yang menampilkan musik progresif di jalur fusion jazz dengan sentuhan permainan gitar ala para virtuoso semacam Pat Martino, John Petrucci, Michael Romeo, dan Adam Roger. Van Java terdiri atas Biondi Noya (gitar), Pieter Lumingkewas (drum), Soebroto Harry (bas) dan Brenda Mandagi (vokal). Malam itu mereka membawakan delapan lagu, yaitu "Illogical Heart", "Fear", "Unliving", "Swamp", "Eternal Dream", "Lonely", "Prophecy of Jayabaya" (hit Van Java), dan "Sailing in the Storm".
Band muda itu menjanjikan untuk menghasilkan karya-karya progresif kemudian hari. Album perdana mereka, yang dijadwalkan akan dirilis beberapa bulan ke depan, kabarnya merupakan album konsep (album dengan rangkaian tema berkesinambungan antarlagu) yang bercerita tentang kehidupan depresif seorang tokoh.
Penampil kedua, grup I Know You Well Miss Clara (IKYWMC) dari Yogyakarta, menyihir para penonton dengan musik jazz rock progresif avant-garde. IKYWMC terdiri dari Reza Ryan (gitar), Adi Wijaya (keyboard), dan Alfiah Akbar (drum). Sub genre yang diusung oleh IKYWMC itu serupa dengan yang dimainkan oleh John McLaughlin dan kawan-kawan dalam Mahavishnu Orchestra. Tetapi, musik IKYWMC bertempo lebih lambat dan bernuansa lebih gelap. Serasa musik Miles Davis pada era free-jazz dalam album Bitches Brew turut bercampur dalam musik IKYWMC. Malam itu IKYWMC apik sekali membawakan "On The Darkening Green", "A Dancing Girl from Planet Marsavishnu Named After The Love", serta medley "Cencen" dan "Reverie".
Album perdana mereka, Chapter One (2013), dirilis di AS oleh label Moonjune Records, New York, dan mendapat sambutan baik di Eropa dan Amerika. Album kedua mereka, Chapter Two, direncanakan dirilis tahun ini. IKYWMC telah terpilih untuk tampil dalam Seaprog 2015 pada Agustus mendatang. Seaprog merupakan event musik avant-garde dan progresif tahunan di Seattle, AS.
Sang Legenda Hidup
Akhirnya, tepat pukul 22.00 WIB, sebagai puncak Prognite#2, pertunjukan dari Keenan Nasution & Friends dimulai. Keenan dikawal oleh pemusik-pemusik yang kenyang pengalaman panggung, yaitu Krisna Prameswara dan Dave Lumenta pada keyboard, Soebroto Harry pada bas, Noldy Benyamin pada gitar, dan Hengky Alexander pada drum. Keenan juga mengajak Harry Minggoes (bas), yang mendukung rekaman versi pertama album Keenan yang berjudul Di Batas Angan Angan, yang dirilis pada 1978 dalam bentuk kaset.
Keenan Nasution & Friends membuka pertunjukan mereka dengan "Cakrawala Senja". Vokal Keenan masih prima dalam membawakan karya Fariz RM tersebut. Keenan sungguh mengobati kerinduan para penggemarnya, karena lagu itu tergolong jarang dibawakannya di panggung. Sejumlah penonton pun terlihat seketika mengunggah rekaman video yang mereka bikin dengan smartphone mereka ke media sosial. Sebuah nomor pembuka yang tepat sekali.
Selanjutnya, mereka mengalirkan lagu-lagu lain dari album Di Batas Angan Angan, yaitu "Hujan", "Di Batas Angan-angan", "Buku Harian" dan lagu ciptaan Guruh Soekarnoputra, "Jamrud Khatulistiwa". Setelah itu, mereka menyuguhkan "Negeriku Cintaku", lagu dengan nuansa progresif yang sangat kental sepanjang hampir sembilan menit dan menjadi andalan album Di Batas Angan Angan, selain "Nuansa Bening".
Para penonton pun ikut bernyanyi lantang mengikuti lirik lagu sambil mengepalkan tangan.
"Hei kaum muda masa kini/Kita berantaslah korupsi/Jangan membiarkan mereka/Menganiayai hati kita/Akan kucari jalan kembali/Menuju negeri damai sentausa/Oh negeriku negeri cintaku/Kembalilah wajah ayumu," begitu bunyi lirik itu.
Lirik tersebut ditulis oleh Debbie Nasution (si bungsu dari kakak beradik musikal Nasution) dan sering pula dibawakan bersama Barong Band (band Debbie bersama Erros Djarot) pada akhir 1970-am. Lirik itu masih relevan dengan situasi negeri kita saat ini.
Selesai adrenalin mereka naik, para penonton lalu dibuai dengan super hit Keenan, "Nuansa Bening", yang memenuhi memori para penonton paruh baya. Mungkin pikiran mereka melayang ke masa ketika naksir tetangga atau teman sekolah atau rekan kuliah dan membuatkan rekaman dari lagu itu ketika disiarkan di radio. Padahal, menurut Rudi Pekerti, sang penulis lirik, "Nuansa Bening" berkisah tentang putus cinta, tetapi membawa aura positif, karena ada kebaikan yang harus tetap dikenang dari sebuah perpisahan.
Sesudahnya, mengalunlah "Dirimu", lagu Keenan bersama Gang Pegangsaan, bandnya bersama, antara lain, Debbie. Para penonton pun histeris menyambutnya.
Pertunjukan itu diakhiri dengan lagu "Indonesia Maharddhika", yang diambil dari album Guruh Gipsy. Sebagaimana untuk "Negriku Cintaku" dan "Jamrud Khatulistiwa", pada "Indonesia Maharddhika" Keenan bergerak ke belakang, naik ke set drum, dan menggebuk perangkat yang diakrabinya sejak dulu itu dengan elok, amat elok. Mari angkat salut untuk lagu yang untuk kali pertama dirilis pada 1976 tersebut, dengan lirik campuran bahasa-bahasa Bali, Sansekerta, dan Indonesia, yang huruf-huruf awal baitnya merupakan inisial nama para personel Guruh Gipsy.
Om awighnam astu
DINGaryan ring sasi karo
(Oding Nasution)
ROhinikanta padem
NIcitha redite prathama
(Roni Harahap)