Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Deadpool", Si Cerewet yang Hadirkan Kontroversi hingga Prestasi

Kompas.com - 20/02/2016, 16:04 WIB
Yulianus Febriarko

Penulis

Pihak Lembaga Sensor Film Indonesia yang berkewajiban untuk menyensor film-film yang tayang di bioskop termasuk Deadpool pun mendukung pesan berantai tersebut.

"Broadcast dari guru-guru itu, LSF sendiri sangat mengapresiasi dan LSF mengharapkan semestinya hal-hal semacam ini sering kali dilakukan terhadap semua film yang ada. Jangan hanya Deadpool," tutur juru bicara LSF Rommy Fibri ketika diwawancara Kompas Entertainment melalui telepon, Jumat (12/2/2016) malam.

Rommy mengatakan, selama ini LSF memang meminta masyarakat melakukan sensor mandiri, yakni dengan memilah sendiri tontonan sesuai dengan klasifikasi usia yang sudah dicantumkan lembaga sensor terhadap setiap film di gedung bioskop.

"Kami menyambut baik ada guru atau orangtua memberikan broadcast semacam itu. Sebab, kalau tidak, orang bisa lupa bahwa ini untuk dewasa," tuturnya.

"Atau bahkan sudah tahu itu kategori dewasa, tetapi tetap nonton ngajak anak-anaknya. Dipikir mungkin karakternya superhero, makanya kan," tambahnya.

Lebih lanjut, LSF juga menegaskan bahwa mereka telah melakukan sensor terhadap Deadpool.

Rommy mengatakan bahwa adegan-adegan kekerasan serta penggunaan bahasa kasar dalam Deadpool masih bisa ditoleransi, tetapi dengan beberapa catatan berkait sensor.

Adapun adegan yang disensor dan dikategorikan kekerasan tinggi.

"Meskipun film ini imajinasi, tapi itu sudah termasuk sadistik. Itu termasuk yang dipotong. Tapi banyak lagi adegan yang lain. Meskipun ini superhero, tapi karena adegannya sadistik, terpaksa dipotong," tuturnya.

Sementara untuk perkara bahasa, pihaknya tak bisa menerapkan banyak sensor kendati hampir semua dialog Deadpool memakai bahasa kasar atau slang.

Kata Rommy, LSF memaklumi penggunaan bahasa dalam film Deadpool memang disesuaikan dengan karakter utamanya yang tengil dan seenaknya.

"Persoalannya bahasa kan tidak mungkin dipotong dari bawah sampai habis, nanti jadi film bisu. Karena memang secara keseluruhan film ini satire komedi," ucapnya.

"Jadi meskipun bahasanya sangat kasar, tetapi dengan kategorisasi dewasa, semestinya orang dewasa yang menonton itu sudah ngerti bahwa, 'Ah ini dasar film slapstik komedi satire', bisa memahami pemilihan kata. Kalau hanya satu atau dua umpatan, tinggal dipotong," tambahnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com