Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita dari Polandia

Kompas.com - 17/07/2016, 15:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -- Pameran Desain Sosial bagi Kehidupan Sosial di Galeri Nasional Indonesia tidak hanya menghadirkan karya kolaborasi para seniman Polandia dan Indonesia.

Lewat sejumlah film yang diputar sepanjang pameran pada 28 Juni-22 Juli ini, pameran itu menyuguhkan beragam cerita berharga tentang Polandia.

Adegan itu sungguh mencengangkan.

Sekerumunan polisi anti huru-hara merapatkan tameng mereka, membentuk "dinding" hidup yang bergerak perlahan, memasang kuda-kuda.

Tiba-tiba, sekelebat tubuh muncul dalam bingkai kamera, berlari menerjang.

Si lelaki muda kuat-kuat menjejakkan kakinya ke dinding tameng itu, lalu melenting tinggi dalam gerakan salto.

Begitu tubuh pemuda pertama mendarat mulus, sesosok pemuda lain berlari menyongsong dinding tameng.

Seolah penuh kemarahan, pemuda kedua menjejak kuat-kuat dinding tameng itu, seperti mau menjebol "anyaman" tameng para polisi.

Tameng-tameng itu nyaris "terkoyak", tapi kuda-kuda kuat para polisi membuat dinding tameng itu seperti membal, melontar si pemuda setinggi-tingginya, akrobatis, indah sekaligus mengerikan.

Tetapi, para pemuda dari Nad Potokiem, permukiman kelas menegah di Radom itu, tidak sedang marah, menyerang polisi, atau berunjuk rasa.

Para polisi pun tak sedang menangani unjuk rasa apa pun.

Para pemuda dan para polisi sedang berhadap-hadapan dalam proyek Piotr Wysocki dan Dominik Jalowinsk-dua seniman Polandia yang mencoba "mendamaikan" dua kubu yang terwarisi sejarah kelam masa lalu Radom.

Lebih dari 40 tahun silam, pada Juni 1976, polisi anti huru-hara rezim komunis Polandia menyerbu sebuah pabrik senjata di Radom, sebuah kota di Polandia tengah.

Dengan membawa beragam perlengkapan anti huru-hara, Zomo-sebutan polisi anti huru-hara Polandia-melibas habis para buruh pabrik yang mogok.

Kebrutalan Zomo di Radom seperti menebar teror atas berbagai unjuk rasa dan pemogokan yang kala itu terjadi di sejumlah kota di Polandia, yang dipicu melambungnya harga pangan.

Trauma warga Radom terwariskan dari generasi ke generasi, bahkan ketika rezim komunis Polandia telah runtuh pada 1989.

Bagian awal film Run Free yang berdurasi 14 menit 44 detik menyuguhkan wawancara dengan para pemuda Nad Potokiem, menghadirkan nuansa permusuhan para pemuda kepada polisi.

Bagi mereka, polisi adalah alat penindas, yang biasa mengejar mereka. Sebaliknya, juga bermunculan komentar para polisi atas ulah para pemuda berparkour di sela kota Radom.

Yang mengejutkan, relawan dari kedua kubu bisa berbaur, membuat satu proyek seni, membuat film yang penuh koreografi akrobatis khas parkour.

Belakangan, para pemuda menjajal rasanya menjadi polisi yang menggebuk tameng lawan, sementara para polisi menjajal rasanya ber-parkour.

Tentu saja para pemuda sukses menggebuk tameng. Lalu para pemuda terbahak melihat satu-dua polisi terkilir gara-gara mencoba lompat dari satu dinding ke dinding lain.

Di akhir proyek, kedua kubu mencair, saling bertukar tawa.

Seni untuk warga
Run Free menjadi salah satu cerita dari Polandia yang hadir dalam Pameran Desain Sosial bagi Kehidupan Sosial di Galeri Nasional Indonesia pada 28 Juni-22 Juli ini.

Pameran itu juga menghadirkan sejumlah film dokumentasi proyek seni lainnya, yang mengalirkan beragam cerita tentang Polandia.

Film Untitled yang berdurasi 4 menit 52 detik mendokumentasikan proyek seni Alicja Rogalska di desa kecil bernama Broniów-desa kecil yang terkenal luas karena tradisi musik rakyatnya, juga karena tingkat penganggurannya yang tertinggi di Polandia.

Pengunjung juga bisa menyimak proyek seniman Pawel Althamer bersama warga gedung apartemen di Jalan Krasnobrodzka Nomor 13 Bródno, yang bersama-sama menyalakan dan mematikan lampu secara teratur dalam apartemen masing-masing, membentuk angka 2000.

Film dokumentasi proyek seni terpanjangnya adalah Ursus Berarti Beruang, berdurasi 30 menit.

Seperti ketiga film lainnya, Ursus Berarti Beruang kembali mengalirkan cerita proyek seni seniman bersama para warga nonseniman secara mencengangkan.

Ursus Berarti Beruang bercerita tentang nasib sebuah distrik yang lahir, tumbuh, dan berkembang seiring perkembangan pabrik traktor terbesar di Eropa, bernama Ursus.

Sejak berdiri pada 1893, pabrik traktor Ursus menjadi poros kehidupan seluruh warganya-dari mulai lahir hingga mati, dari generasi ke generasi.

Lalu, seketika pada 2011 pabrik itu tutup, berpindah ke Lublin, meninggalkan seluruh peradaban Ursus dan para warganya.

Jasmina Wójcik dan Igor Stokszewski segera memulai proyek pabrik Ursus pada 2011 demi melestarikan kenangan dari para buruh pabrik dan membangun identitas "baru" warganya.

Film itu dibuka dengan adegan sebuah kamera yang merekam perjalanan berkeliling ke reruntuhan pabrik, dengan suara latar kesaksian para warga yang tak lain para bekas karyawan pabrik Ursus.

Adegan pembuka yang melulu menyuguhkan pemandangan "bangkai" pabrik menyangatkan kesaksian mereka-orang- orang hanya melulu hidup dalam pabrik Ursus-sekaligus memberikan pemahaman penting proyek seni pabrik Ursus.

Lewat pabrik Ursus, para warga kembali mengunjungi reruntuhan pabrik, memulai aktivitas baru di sana: melukis massal dengan menggambar kenangan warga akan pabrik, bermusik, membuat acara tahunan berupa pawai traktor.

Identitas warga Ursus sebagai orangtua kandung Ursus dimunculkan dan diberi konteks baru, termasuk membangun kesepakatan baru tentang penataan kota, penyusunan anggaran partisipatif, sampai membangun museum sosial yang berisi benda-benda historis pabrik Ursus.

Tanpa proyek Ursus, pastilah nasib Ursus sama dengan Detroit-kota di Amerika Serikat yang ditinggal pergi warganya gara-gara kehancuran industri otomotif di sana.

Hingga 22 Juli mendatang, para pengunjung juga bisa menikmati cerita lain dari film pendek pilihan Short Waves Festival 2016, sebuah festival film bergengsi di Polandia.

Setiap hari bioskop di lokasi pameran membuat delapan film pilihan tersebut, termasuk di antaranya film tari Small Room Syndrome(4 menit, 30 detik) karya Natalia Wilk?, film animasi Rumah(15 menit) karya Agnieszka Borowa, serta film fiksi Hari Nenek (30 menit) karya Milosz Sakowski.

Penyelenggara juga menggelar perbincangan Kuliah Film Polandia pada 20 dan 21 Juli mendatang, dimulai pukul 19.00.

Suguhan cerita Polandia yang sayang dilewatkan. (Aryo Wisanggeni)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 17 Juli 2016, di halaman 21 dengan judul "Cerita dari Polandia".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com