Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Munir Muda Terus Berlipat Ganda

Kompas.com - 11/09/2016, 09:58 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -- Persis 12 tahun silam, aktivis hak asasi manusia Munir dibunuh dengan racun arsenik dan meninggal dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 dari Singapura menuju Amsterdam.

Enam film dokumenter diputar di 23 kota untuk menyimak semangat hidup Munir.

Film-film karya para sutradara muda ternyata terus bermunculan sepanjang 12 tahun menunggu negara hadir menuntaskan kasus yang menghebohkan ini.

Wajah tubuh kerempeng itu begitu khas. Juga gestur tubuhnya saat berorasi.

Juga diksi dan intonasi kata-katanya membeber bagaimana negara diperalat aparaturnya untuk terus melindungi para pelaku kejahatan kemanusiaan dari jangkauan hukum.

"Bukan kita saja yang kecewa pada hari ini, yang harus menanggung malu, yang tidak terobati dengan cara apa pun. Mereka telah membebaskan orang-orang yang telah melakukan pembunuhan, penghilangan orang, penganiayaan, penyiksaan. Orang- orang yang dengan menggunakan kekuasaan, melakukan diskriminasi. Mereka berharap kita akan mengakhiri tuntutan kita. Itu mimpi yang salah dari dunia peradilan Indonesia. Mereka harus tahu bahwa kita tidak akan mundur," kata Munir lantang, lugas, dan pedas.

Munir memang dibunuh 12 tahun silam. Namun, adegan pembuka film Bunga Dibakar (2005, 46 menit) karya Bhre Ratrikala membangkitkan jejak hidup seorang Munir Thalib.

Sekitar 100 anak muda yang tak pernah mengenal Munir, yang berjejalan di Gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di Jakarta, melihat keberanian seorang Munir Thalib melawan penindasan.

Bhre membuat film itu sejak 2004, ketika ia masih berumur 18 tahun.

Lalu, 12 tahun berlalu, film itu ditonton banyak orang muda yang lain, sebagian juga berumur belasan tahun dan baru saja mencicipi bangku kuliah.

"Ketika saya membuat film itu, saya hanya ingin membuat teman seangkatan saya mengerti siapa Munir. Saya ingin teman-teman melihat bahwa semua orang punya peluang untuk menjadi Munir. Saya tidak pernah menyangka generasi berikutnya akan melihat film itu dan bisa lebih mengapresiasi Munir lewat film itu,” tutur Bhre dalam diskusi yang digelar sesudah pemutaran film itu, Minggu (4/9/2016).

Film investigatif
Bunga Dibakar dipilih menjadi pembuka serangkaian nonton bareng film Munir yang digelar di 23 kota di Indonesia pada 4-11 September.

Nonton bareng "Malam Menyimak Munir" memutar enam film dokumenter tentang Munir, digelar bertepatan dengan 12 tahun pembunuhan Munir, yang meninggal pada 7 September 2004.

"Malam Menyimak Munir" juga menghadirkan film Tuti Koto, Perempuan Pemberani (1999, 21 menit) yang mendokumentasikan perjuangan almarhum Tuti selaku ibunda Yani Apri, aktivis yang dihilangkan secara paksa pada 1997.

Di antara keenam film yang diputar, film karya Riri Riza adalah satu-satunya film dokumenter yang dibuat pada masa Munir hidup dan mengabadikan kegigihan Munir mendampingi Tuti.

Ada lagi dua film dokumenter investigatif, termasuk Garuda Deadly Upgrade (2004, 45 menit) yang membeber matinya 58 dari 60 kamera CCTV Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta dan ganjilnya tiga surat penugasan awak Garuda Indonesia, Pollycarpus Budihari Priyanto, untuk naik ke dalam pesawat yang menerbangkan Munir dari Jakarta menuju Singapura (tempat Munir transit menuju Amsterdam).

Juga temuan fakta puluhan panggilan telepon antara Pollycarpus dengan nomor telepon genggam yang dikuasai Muchdi Purwoprandjono, petinggi Badan Intelijen Negara yang juga mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus.

Film His Story (2006, 28 menit) karya sutradara Steve Pillar Setiabudi seperti sebuah film kelanjutan dari Garuda Deadly Upgrade, mendokumentasikan proses pengadilan terhadap Pollycarpus dan Muchdi.

Para orang muda yang menonton "Malam Menyimak Munir" bisa melihat betapa rumit dan luasnya rentang rencana pembunuhan Munir.

Berlipat ganda
Dua film yang lain memilih mengikuti cara bertutur film Bunga Dibakar, menghadirkan sisi manusiawi seorang Munir lewat kesaksian keluarga, sahabat, praktisi hukum, dan para korban kejahatan kemanusiaan yang pernah berjuang bersama Munir.

Kedua film itu—Kiri Hijau Kanan Merah (2009, 45 menit) karya sutradara Dandhy Dwi Laksono dan Cerita Tentang Cak Munir (2014, 90 menit) karya sutradara Hariwi—sungguh menghidupkan jejak kehidupan seorang Munir.

Cerita Tentang Cak Munir bahkan dibuat oleh Hariwi sejak 2013 (sembilan tahun setelah Munir dibunuh), ketika ia masih berumur 19 tahun.

"Sebelumnya, saya hanya tahu dari guru bahwa ada seorang aktivis hak asasi manusia bernama Cak Munir mati dibunuh. Saya baru menyadari makna perjuangan Cak Munir ketika mengikuti sebuah unjuk rasa buruh besar-besaran pada 2013. Ketika saya membuat riset internet tentang Cak Munir, barulah saya terperangah dan memutuskan saya harus membuat film tentang Cak Munir," ujar Hariwi dalam diskusi setelah pemutaran film, Selasa (6/9/2016).

Orang-orang seperti Hariwi dan para penonton berumur belasan tahun yang sepanjang awal pekan lalu memenuhi "Malam Menyimak Munir" membuktikan bahwa semangat Munir tidak pernah mati, malah terus berlipat ganda.

Anda pun bisa menjadi Munir yang berlipat ganda.

Sejak Jumat (9/9/2016), nonton bareng di Jakarta digelar di Kinosaurus, Kemang, Jakarta Selatan.

Pada Sabtu pukul 19.00, bakal diputar lagi film Cerita Tentang Cak Munir karya Hariwi.

Sementara pada Minggu pukul 19.00, bakal diputar film Tuti Koto, Perempuan Pemberani dan Bunga Dibakar.

Apakah Anda Munir yang berlipat ganda? (Aryo Wisanggeni G)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 September 2016, di halaman 24 dengan judul "Munir Muda Terus Berlipat Ganda".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com