Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dimas Oky Nugroho

Pengamat politik ARSC. Founder Kader Bangsa Fellowship Program (KBFP)

Desir Cinta Kartini

Kompas.com - 25/04/2017, 08:20 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAna Shofiana Syatiri

Di samping mengakibatkan kemiskinan dan demoralisasi bagi rakyat, ia juga membawa unsur-unsur yang positif, yakni unsur-unsur modernisme dan pengetahuan Barat, yang merupakan faktor-faktor penting bagi kebangkitan dan progresifitas rakyat, serta untuk mematahkan kekangan-kekangan adat yang menghambat kemajuan.

Kartini memandang jalan pendidikan, sebagaimana sistem pendidikan modern ala Barat, bisa menjadi solusi untuk memerdekakan dan memajukan bangsanya, khususnya kaum perempuan dan rakyat miskin, untuk keluar dari kekangan, penindasan dan keterbelakangan.

Namun Kartini juga sadar bahwa 'hikmah kebijaksanaan' berupa spritualitas dan kebudayaan otentik bangsanya harus tetap dan selalu menjadi fondasi untuk menyeimbangkan dan menguatkan karakter-karakter dan mentalitas warga bangsanya.

Kartini memahami bahwa betapa pun Barat telah memberikannya banyak apresiasi dan pengetahuan baru, namun struktur dan rantai dominasi kekuasaan Barat adalah sesuatu yang kokoh dan agresif.

"Banyak sekali orang Belanda termasuk sahabat yang paling karib, yang bermusuhan terhadap kami. Sebabnya tidak lain hanya karena kami menyamai mereka dalam pengetahuan dan peradaban. Itu dinyatakan dengan cara yang menyakitkan. Aku Belanda, kau Jawa! Atau dengan kata lain: aku yang berkuasa, kau yang dijajah!"

Spiritualitas Kartini

Dalam biografi yang ditulis Sitisoemandari Soeroto (1970), Kartini menyatakan pentingnya spiritualitas untuk menopang diri dan bangsanya. Ia meyakini bahwa sejatinya Allah, Tuhan Semesta Alam, adalah di dalam diri sendiri.

Kedamaian adalah ketika mampu mensyukuri kehidupan, alam semesta dan segala isinya yang merupakan kreasi cipta dan cinta Allah SWT.

"Kami merasakan itu pada harumnya kembang dan dupa, pada bunyi gamelan, pada berdesirnya angin di atas pohon kelapa, pada manggungnya burung perkutut, pada desiran pohon padi yang ditiup angin, pada bunyi lesung saat orang menumbuk padi."

Kartini mengajak bangsanya untuk di mana saja selalu belajar dan membuka diri terhadap ilmu pengetahuan baru, namun pada saat yang sama tetap mencari dan dapat menemukan kedalaman dan kekuatan pijakan melalui nilai-nilai kebajikan bangsanya.

Kepribadian Kartini ini mampu menangkal dirinya untuk tidak hanyut dalam gelombang kebudayaan asing, melainkan karakter jiwanya menyelami dan menghayati pandangan hidup, keindahan otentik dan spiritualitas bangsanya.

Kartini menerima penderitaan dan keterbatasan yang ia alami dengan kesadaran: "...mengurang-ngurangi, menderita dan berpikir menuju kepada terang. Tidak ada terang, bilamana sebelumnya tidak ada gelap. Mengurang-ngurangi adalah kemenangan sukma atas wadag. Kesepian mengajar untuk berpikir".

Halaman:



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau