Khusus pada bagian ini menunjukkan dengan jelas bahwa, bagaimana pun tertarik kepada dunia modern, ia tak akan dapat lepas dari 'kawruh' sebagaimana hanya dapat dihayati oleh bangsanya yang introspektif dan memberikan arti yang dalam pada simbolik.
Banyak orang hanya dapat melihat bagian luar atau kulit dari sesuatu yang simbolik dan tidak dapat menangkap makna yang terkandung di dalamnya. Dengan memahami esensi maka pemikiran, jiwa dan perasaan, serta tindakan menjadi serasi, seimbang dan penuh cinta. Dan kelanjutan keserasian akan mengantarkan kepada kesadaran untuk guyub dalam semangat kebangsaan dan kemanusiaan. Atau dengan kata lain menjadi seorang nasionalis dan humanis.
Apa yang terjadi dengan Kartini sesungguhnya masih relevan dengan kita yang hidup pada hari ini. Globalisasi telah mengantarkan arus besar pertukaran yang massif, tak hanya barang dan manusia, tapi yang terpenting pula adalah pemikiran.
Kita terhimpit di antara dua arus besar, antara apa yang disebut sebagai 'old politics' dan 'new politics'. Kita berada di persimpangan antara yang transnasional dan yang nasional/lokal. Kita berada di tengah pusaran identitas dan energi partikularisme yang begitu provokatif, ekstrem dan konfliktual, eksklusif namun rentan termanipulasi, terpolitisasi.
Sebagai bangsa, berbagai pemikiran dan idelogi baru yang datang nyaris tak tercegah harus dapat kita hadapi dengan kejernihan, keluhuran sekaligus kehati-hatian, kecerdasan dan ketegasan karakter. Di atas semuanya, sebagai satu bangsa yang pernah terjajah sekian lama, mustahil kita maju dan kokoh dalam melangkah jika lemah, terpecah dan tak punya pijakan bersama.
Melalui Kartini, kita menyadari bahwa kita haruslah memiliki visi moral dan kemajuan, pandangan hidup dan komitmen pada nilai-nilai sejati, serta kekuatan mental nan kokoh. Bagi seorang yang mengaku dirinya adalah anak bangsa nusantara, jiwanya dipenuhi oleh hikmat kebijaksanaan dan rasa cinta yang berpihak pada kebenaran, kemanusiaan, keadilan dan persamaan.
Sepintar-pintarnya manusia, jika karakternya lemah, ia tak akan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang banyak. Oleh karena itu, wahai para pemimpin, hiduplah bermanfaat, jadilah teladan.
"Aku bangga namaku disebut senafas dengan rakyatku, di sanalah tempatku untuk seterusnya".
Menjadi Indonesia dengan karakter kesejatiannya, itulah desir cinta dari Kartini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.