JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyatakan akan segera memonitor konten dari media digital.
KPI mengatakan, pihaknya akan membuat dasar hukum untuk melakukan pengawasan pada konten YouTube, Facebook, Netflix, atau sejenisnya.
Berikut adalah empat fakta dari rencana pengawasan konten dari media digital yang dirangkum Kompas.com.
1. Alasan KPI
Menurut Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, upaya ini dilakukan karena media digital saat ini sudah masuk dalam ranah KPI.
"Kami malah ingin segera mengawasi itu, karena di media baru atau media digital saat ini kontennya sudah termasuk dalam ranah penyiaran," ungkap Agung.
Baca juga: YouTube dan Netflix Akan Diawasi, KPI: Tunggu Tanggal Mainnya
Agung menambahkan, hal ini tak lepas dari kebiasaan kalangan milenial yang mulai beralih dari media konvensional seperti televisi dan radio ke media digital.
"Jadi ada hal-hal baru yang belum terakomodasi, ini akan kami revisi dalam waktu yang sesingkat-singkatnya," kata Agung.
2. Tujuan
Agung mengatakan, pengawasan konten-konten yang beredar di media digital dilakukan untuk memastikan agar materi dari konten tersebut memiliki nilai edukasi, layak ditonton dan menjauhkan masyarakat dari konten berkualitas rendah.
3. Rencana pemberlakuan hukuman
Terkait rencana pengawasan terhadap konten di media-media baru, Agung menyebut tak akan memberikan sanksi langsung kepada kreator konten yang telah membuat konten melanggar.
"Bukan pembuat kontennya, jadi kalau konten kreator enggak akan kami berikan dalam tanda kutip teguran ya seperti yang terjadi di lembaga penyiaran konvensional," ujar Agung.
"Penerapannya itu sangat berbeda nanti. Nah, itu tunggu tanggal mainnya. Ini kan rahasia kami," tambahnya.
Baca juga: Bakal Awasi Netflix dan YouTube, KPI Beri Jaminan untuk Kreator Konten
Ia mengatakan, menurut konsep KPI, pihak yang akan mendapat teguran nantinya adalah pihak pengelola media baru tersebut.
"Pihak YouTube-nya, pejabat eksekutif YouTube atau media baru di Indonesia. Jadi mereka harus berkantor di Indonesia. Kami akan komunikasi Kominfo kalau yang mau bersiaran harus berkantor di Indonesia," ujarnya.
4. Mencontoh Australia
Agung mengatakan, pengawasan terhadap media-media baru ini telah dilakukan di berbagai negara.
"Contoh misalnya Australia. Australia itu membuat kebijakan yang saya kira cukup baik. Jadi di Australia itu ada kebijakan tentang media sosial yang diciptakan pada awal tahun 2019. Dan itu cukup keras," ujar Agung.
"Jadi pejabat eksekutif medsos di Australia itu bisa dipenjara atau dikenakan denda," lanjutnya.
Baca juga: KPI: Di Australia Ada Konten Melanggar, Pejabat Medsos Bisa Dipenjara
Tak hanya di Australia, menurutnya peraturan ini juga sudah diterapkan di Turki.
Berkaca dari dua negara tersebut, saat ini pihaknya tengah menyusun konsep aturannya.
"Kami sedang komunikasikan hal ini dengan pihak-pihak yang berkaitan untuk menyusun konsep aturan serta sanksi dalam pengawasan media baru di Indonesia," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.