Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPI Pusat Akan Minta YouTube hingga Netflix Berkantor di Indonesia

Kompas.com - 12/08/2019, 09:31 WIB
Sherly Puspita,
Andi Muttya Keteng Pangerang

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Agung Suprio, mengatakan, pihaknya akan meminta YouTube hingga Netflix untuk memiliki kantor di Indonesia.

Hal ini disampaikannya dalam acara Sapa Indonesia Malam yang ditayangkan KompasTV pada Sabtu (10/8/2019).

"Ada dua hal yang akan kami lakukan, yang pertama berkoordinasi dengan pemerintah agar Netflix, YouTube, berbadan hukum Indonesia atau mempunyai kantor di Indonesia," ujar Agung, Sabtu.

Agung sebagai tanggapan atas pertanyaan Dara Nasution, penggagas petisi berjudul "Tolak KPI Awasi Youtube, Facebook, Netflix!" di situs web change.org dalam kesempatan yang sama.

Saat itu Dara menyebut, Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran Indonesia tak mengatur lembaga penyiaran yang tak berbadan hukum Indonesia.

Baca juga: Ingin Awasi YouTube, Facebook, dan Netflix, Apa Dasar Hukum KPI?

Oleh sebab itu, menurut Dara UU ini tak dapat digunakan sebagai acuan KPI untuk melakukan pengawasan terhadap YouTube, Netflix, dan media sejenisnya.

"Netflix, Facebook, dan lain-lain itu tidak berbadan hukum Indonesia, jadi tidak bisa (UU 32) dipakai untuk mengatur media sosial dan media baru," kata Dara.

"Jadi secara undang undang enggak cuma lihat bahwa medianya dan kayak dewan pers dan macam-macam. Tapi ini ada lokasi geografis yang enggak tercakup. Kecuali misalnya Netflix mau dibikin kantor di sini, itu kan lain cerita lagi ya," sambungnya.

Sampai saat ini, rencana KPI untuk segera memonitor konten dari media digital masih menjadi perbincangan hangat.

Menurut Agung, pihaknya masih menunggu terbitnya UU penyiaran baru yang akan memperluas kewenangannya dalam pengawasan media digital.

Baca juga: 4 Fakta Rencana KPI Awasi YouTube, Facebook, hingga Netflix

Agung melanjutkan, kalau pun nantinya UU penyiaran ini tak juga disahkan, UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang telah ada saat ini sebenarnya juga bisa mengakomodir KPI untuk melakukan pengawasan terhadap media baru.

"Yang kedua, beberapa bulan yang lalu, kami melakukan FGD dan kemudian ada beberapa narasumber di sana yang menafsirkan bahwa UU 32 tahun 2002 sekalipun dibuat pada masa silam tetapi kalau ditafsirkan ternyata dapat menjangkau media baru. Contoh misalnya ada kata media lainnya," ucap Agung.

"Nah, kalau kita mengambil inspirasi dari UU pers, itu media lainnya ditafsirkan sebagai media online," lanjutnya.

Agung mengatakan, tafsir media lain dalam UU Nomor 32 Tahun 2002 tersebut nantinya akan didetailkan dalam PKPI (Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia) yang mengatur tentang pengawasan atas media baru yang akan bersiaran.

Baca juga: Muncul Petisi Tolak KPI Awasi YouTube, Facebook, dan Netflix

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau