Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Eman Dapa Loka

Penulis berasal dari Sumba, NTT. Ia adalah wartawan dan penulis biografi, penggemar lagu-lagu balada yang menyuarakan kecintaan kepada alam dan kemanusiaan. Saat ini tinggal di Bekasi.

Belajar Kehidupan dari Lagu-lagu Ebiet G Ade

Kompas.com - 18/09/2019, 21:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini


………

Mendengar lagu tersebut di bawah paparan sinar matahari, seperti terasa terpaan udara sejuk yang merayap pada kulit dan menembus ke sumsum.

Terasa juga mengalir sikap optimistis bahwa hujan akan segera datang. Keluhan yang sebelumnya membuncah-buncah, secara perlahan bersalin rupa menjadi pengharapan.

Pada ketika yang lain, oleh karena kemarau yang panjang itu, para petani tak berdaya karena tanaman mereka mengering, dan ternak mati.

Putus asa

Di saat ini rasa putus asa menghampiri penduduk, Ebiet muncul dengan lagu Nasihat Pengemis untuk Istri dan Doa untuk Hari Esok Mereka.

Pada bait pertama terdengar lirik yang kuat. Seorang pengemis mengajak istrinya untuk tidur walau lapar menyiksa:

Istriku, marilah kita tidur
Hari telah larut malam
Lagi sehari kita lewati
Meskipun nasib semakin tak pasti
Lihat anak kita tertidur menahankan lapar
Erat memeluk bantal dingin pinggiran jalan
Wajahnya kurus pucat, matanya dalam

Istriku, marilah kita berdoa
Sementara biarkan lapar terlupa
Seperti yang pernah ibu ajarkan
Tuhan bagi siapa saja….

Nyanyian Suara Hati

Ketika saya sudah dewasa dan mengalami kehidupan yang penuh perjuangan ini, lagu-lagu Ebiet tetap setia menemani.

Sayangnya, belakangan sang maestro jarang mengeluarkan album karena dunia rekaman sudah berubah sedemikian rupa.

Baru-baru ini, ketika saya sedang membaca buku Romo Mudji Sutrisno berjudul Tu(l)ah Kata, saya menyetel kaset Ebiet.

Seketika lagu Nyanyian Suara Hati menyita pikiran dan perasaan saya.

Mendengarkan lagu tersebut dalam konteks Indonesia hari ini di saat banyak sekali orang yang tampak kaya raya, suci muci, berpendidikan tinggi, namun kehilangan moral dan etika, bait pertama langsung terasa menikam jantung teramat tajam dan dalam.

Bait pembuka itu mengentak kesadaran bahwa kita sering kali “menghakimi” orang lain yang dalam kondisi miskin.

Menurut Ebiet, mereka yang “dihakimi” sebagai orang miskin, sesungguhnya justru lebih kaya dibanding mereka yang bergelimang harta yang berasal dari tindakan merampok, korupsi dan lain-lain. Simak sejenak:

Seringkali aku merasa jengah dan sungkan
bicara tentang saudara kita
yang terimpit derita kemiskinan
Sebab sesungguhnya mereka mungkin
lebih terhormat di mata alam
Sebab sesungguhnya mereka mungkin
lebih berharga di mata Tuhan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com