Dengan demikian, pengalaman-pengalaman penting itu makin memberi jalan kemudahan melakukan diplomasi politik tingkat tinggi via seni rupa pada saat menjabat Duta Besar.
“Seringkali, skema anggaran yang terbatas dari Kemenlu RI saya coba secara kreatif padukan dengan sejumlah mitra yang mungkin berkepentingan dengan pasar di Eropa. Untuk mencari solusi program yang sudah kita susun sejak awal tahun; terutama dengan andalan acara, yakni Asian Festival,” katanya.
Astari secara luwes memadukan berbagai elemen lembaga pemerintahan seperti Kemendikbud RI, lintas sektoral Kementerian, para Kepala Daerah/Gubernur/Walikota yang melihat potensi industri wisata dan kreatif dua negara, sampai museum privat dan kolektor seni serta dunia finansial-perbankan ia coba relasikan dengan sangat cermat.
“Kita membutuhkan pendekatan politik yang berbeda, lewat perspektif kebudayaan, memaksimalkan apa yang kita miliki dengan karya-karya seni dan indutri kreatif berbasis kekayaan kutural pun sumber-sumber daya manusia terbaik yang pernah kita punya,” katanya.
“Dalam pengalaman saya tahun lampau sebagai impresariat seni cum diplomat; yang saya semestinya mengundang sebuah konser dan opera besar dari Tanah Air, dipentaskan di sebuah koloseum atau museum kuno di sana, yang sayangnya lagi-lagi terhenti karena pandemi pada 2020,” ujar Astari.
“Tentang karya-karya saya yang menunjukkan bahwa peran kesetaraan perempuan di ranah publik, sebagai pemimpin dalam budaya Jawa, tentu dipengaruhi oleh cara saya memandang hidup yang saya lakoni. Kelak, saya menyiapkan karya khusus untuk acara Indonesian Women Artists: Infusions into Contemporary Art pada Maret-April ini di Cemara 6 Museum-Galeri,” pungkas Astari.
Sementara itu, seniman cum birokrat, Dyan Anggraeni lebih mudah menyesuaikan dirinya dalam tata-kelola institusi pemerintahan. Mengingat, ia sejak awal pegawai negeri di lembaga seni dan budaya, yakni Taman Budaya Yogyakarta.
Bagi Dyan, yang memang masa mudanya menempuh pendidikan di Taman Siswa, sebuah lembaga pendidikan yang mengedepankan perspektif ajar-mengajar bernafaskan kultural lokal mengemuka setara dengan ilmu pengetahuan.
Dyan menganggap menjadi pimpinan Taman Budaya selayak pamong (Jawa: momong, mengasuh), melindungi pun memberi kasih.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.