Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
ADVERTORIAL

Lewat Lakon Matahari Papua, Teater Koma Pentaskan Naskah Terakhir N Riantiarno di Graha Bhakti Budaya

Kompas.com - 03/06/2024, 19:52 WIB
Aningtias Jatmika,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Suasana Galeri Indonesia Kaya West Mall Grand Indonesia, Rabu (29/5/2024), mendadak haru kala Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation Renitasari Adrian menceritakan bahwa lakon Matahari Papua merupakan naskah terakhir yang ditulis oleh Nano Riantiarno untuk Teater Koma.

Seperti diketahui, pendiri Teater Koma, Norbertus Riantiarno atau biasa dipanggil Nano Riantiarno (N Riantiarno), wafat pada 20 Januari 2023.

“Selama hidupnya, beliau (N Riantiarno) telah memberikan kontribusi luar biasa bagi dunia teater Indonesia dengan cerita-cerita yang menyentuh hati dan penuh makna. Karya terakhir ini merupakan bentuk dedikasi dan cinta beliau yang tulus terhadap seni pertunjukan. Semoga warisan beliau terus menginspirasi dan menyemangati generasi penerus dalam merayakan dan menghargai kekayaan seni budaya kita,” ujar Renitasari di hadapan awak media yang hadir di Galeri Indonesia Kaya, Rabu.

Selama 47 tahun, lanjut dia, Teater Koma secara konsisten menghibur serta memperkaya wawasan para penikmat seni dengan beragam kisah yang sarat pesan moral dan nilai-nilai positif.

Berkat konsistensi itu, Bakti Budaya Djarum Foundation pun senantiasa mendukung Teater Koma selama lebih dari 20 tahun.

“Sejalan dengan visi Teater Koma yang akan terus bergerak tanpa henti dan tak ada titik, Bakti Budaya Djarum Foundation juga tidak akan berhenti mendukung seni pertunjukan Indonesia, khususnya (kepada) kelompok (seni pertunjukan) yang produktif, seperti Teater Koma,” tegas Renitasari.

Bawa pesan kemerdekaan dari N Riantiarno

Produser Matahari Papua yang juga istri N Riantiarno, Ratna Riantiarno, mengatakan bahwa produksi ke-230 itu memiliki nilai khusus bagi Teater Koma.

“Sebetulnya Pak Nano yakin sekali akan menyutradarai naskah Matahari Papua. Ia bahkan sudah berkoordinasi dengan penata musik dan penata artistik. Jadi, proses produksi Matahari Papua sudah dimulai sejak 2022,” ucap Ratna.

Ratna menuturkan bahwa Matahari Papua membawa pesan kemerdekaan, baik secara universal maupun individual. Tokoh naga di lakon tersebut menjadi perumpamaan dari banyak hal yang menjajah.

Lewat naskah itu, N Riantiarno berharap semua umat manusia bisa berjuang agar merdeka dari “naga” yang menjajah.

“Karena ini naskah terakhir (N Riantiarno), semua tim bertekad untuk membuat (pertunjukan) lebih bagus daripada yang lalu-lalu. Pertunjukan dengan durasi 2 jam 15 menit tanpa interval itu akan hadir dengan energi yang luar biasa,” kata Ratna.

Pertunjukan Matahari Papua oleh Teater KomaBakti Budaya Djarum Foundation Pertunjukan Matahari Papua oleh Teater Koma

Ratna menambahkan bahwa pertunjukan tersebut juga diselenggarakan berdekatan dengan hari lahir N Riantiarno yang jatuh pada 6 Juni. Pertunjukan ini juga menjadi pertunjukan pertama Teater Koma kembali di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki (TIM). Beberapa tahun terakhir, pertunjukan Teater Koma harus berpindah tempat karena renovasi TIM dan situasi pandemi.

“Kembalinya kami tampil di Graha Bhakti Budaya tentunya menjadi sebuah kesan tersendiri karena tempat ini memiliki sejarah dan menjadi saksi bagi beragam pertunjukan dari Teater Koma. Kini kami kembali meski tanpa kehadiran Mas Nano. Tapi sosok sang guru, bapak, saudara, sahabat itu akan selalu menyertai di hati kami. Wejangan dan ajarannya senantiasa hadir di tiap gerak kami. Karena kami tidak akan pernah berhenti bergerak, tidak pernah titik, selalu Koma,” ujar Ratna.

Pada kesempatan sama, Sutradara Matahari Papua Rangga Riantiarno menjelaskan bahwa naskah pertunjukan tersebut pertama kali ditulis pada 2014 sebagai naskah pendek untuk pertunjukan bertajuk Cahaya dari Papua yang dipentaskan di Galeri Indonesia Kaya.

“Ketika pandemi merebak dan mengharuskan kita semua berkegiatan di rumah, Pak Nano tetap produktif menulis berbagai karya. Salah satunya adalah mengembangkan naskah Cahaya dari Papua dan diberi judul baru Matahari Papua,” tutur Rangga.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau