Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rahasia Hati Seorang Ibu

Kompas.com - 13/11/2016, 19:58 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Sosok seorang ibu ibarat poros dalam keluarga. Hidupnya berpusat di sekeliling anggota keluarga, terutama anak-anaknya. Tanpa mereka di dekatnya, putaran hidup ibu seolah tidak ada artinya.

Kisah tentang pengorbanan seorang ibu untuk kebahagiaan anaknya inilah yang menjadi inti film Ibu Maafkan Aku. Ceritanya terbilang sederhana, tetapi eksekusinya cukup kuat, terutama dalam memainkan emosi penonton.

Film ini merupakan "anak" pertama sutradara Amin Ishaq. Nama besar aktris Christine Hakim yang memerankan sang ibu menjadi magnet utama film.

Selama dua jam, perasaan penonton diaduk-aduk dengan banyak adegan mengharukan. Begitu layar dibuka, musik sudah terdengar syahdu. Nuansa sedih itu berlanjut dengan tampilnya rumah sederhana di pedesaan pelosok Yogyakarta. Dinding bambu, pelita, dan lantai tanah dengan perabot seadanya menegaskan situasi yang mengundang kesedihan.

Belum lima menit, penonton sudah disuguhi adegan sedih, yaitu saat kematian sang ayah, meninggalkan sang ibu dengan tiga anaknya yang masih kecil. Kehadiran pemain teater, Marwoto, yang biasanya melucu di atas panggung, juga tidak mampu menghilangkan nuansa sedih itu.

Dikisahkan, Hartini (Christine Hakim) berjuang mati-matian untuk membesarkan ketiga anaknya, Banyu (Ade Firman Hakim), Gendis (Meriza Febriani), dan Satrio (Marcelino Wibowo). Dari berjualan makanan di area jathilan (kuda lumping) di desa hingga menjadi buruh pemecah batu kali dia jalani. Saat sakit pun dia tetap bekerja.

Waktu berlalu-digambarkan dengan berganti-gantinya gambar presiden dan wakil presiden di dinding rumah-dan anak-anak itu beranjak besar. Banyu mengambil alih peran sebagai kepala keluarga. Karakternya kaku, keras, tukang ngatur, seakan terbebani perannya itu. Dia juga berprestasi dan bercita-cita menjadi pilot, sesuatu yang menjadi bahan olok-olokan teman-temannya di sekolah karena dia berasal dari keluarga sangat sederhana.

Adapun Gendis tumbuh menjadi gadis sederhana di bawah bayang-bayang kerasnya sang kakak. Segala tindak-tanduknya harus seperti keinginan kakaknya, padahal dia tengah mencari jati dirinya. Ketika seorang cowok bernama Panji (Rezca Syam) naksir dan mengajak pacaran, kakaknya melarang. "Orang miskin enggak pantas pacaran. Kamu harus pintar, sekolah tinggi. Kalau pacaran, cita-citamu amblas," kata Banyu.

Gendis sering mengadu kepada ibunya. Di malam-malam di beranda rumah yang gelap, berteman suara jangkrik dan kodok, ikatan ibu-anak itu terasa mengharukan. Terlebih karena ibunya tak mampu berbuat apa-apa. Pertengkaran kedua anak itu membuat hati Hartini masygul.

Hingga suatu ketika, Banyu nekat pergi ke Jakarta untuk mengejar cita-citanya menjadi pilot. Adegan sang ibu mengejar anaknya sambil berlari di antara pematang sawah, mengetahui bahwa dia tak mampu lagi mengejar, membuat air mata ikut menetes.

Tak lama, Gendis menyusul meninggalkan rumah untuk mengejar cita-citanya menjadi dokter. Tinggallah Hartini berdua dengan Satrio. Hari-harinya hanya diisi dengan kerinduan akan kedatangan kembali kedua anaknya yang sudah sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Seperti topeng

Lewat berbagai dialog dan adegan, Amin Ishaq hendak menyampaikan bahwa betapa banyak rahasia yang disimpan oleh seorang ibu agar semua terlihat baik-baik saja di mata anak-anaknya. Karena hanya berhubungan lewat telepon, anak-anak itu pun hanya tahu bahwa semua baik-baik saja.

"Kamu itu kayak topeng. Mulutnya tertawa, di baliknya air mata," kata Pakde kepada Hartini.

Christine Hakim menjadi master dari film ini. Dengan penampilan sederhana seorang ibu, berbaju daster dan bersandal jepit, karakternya terlihat sangat kuat. Kegembiraan dan kesedihan yang menghampiri wajahnya silih berganti. Peran ini mengantar dia masuk dalam nominasi pemeran utama wanita terbaik Festival Film Indonesia 2016.

Para pemain film yang lain terbilang masih muda. Akting mereka bisa mencuri perhatian. Karena latar film di Yogyakarta dan mereka memerankan orang Yogyakarta, banyak dialog memasukkan kata-kata bahasa Jawa. Barangkali karena bukan orang Jawa, logat pemain dalam beberapa dialog terasa kurang kental dan agak dipaksakan.

Film Ibu Maafkan Aku yang bergenre drama ini memang sarat adegan mengharukan. Pertemuan, perpisahan, kegembiraan, dan kesedihan sama-sama bisa membuat penonton meneteskan air mata, apalagi jika tiba-tiba teringat ibu kita. Jika Anda seorang ibu yang ditinggal anak merantau atau sebaliknya anak yang merantau meninggalkan ibu, siapkan saja tisu banyak-banyak saat menontonnya.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 November 2016, di halaman 28 dengan judul "Rahasia Hati Seorang Ibu".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com