JAKARTA, KOMPAS.com -- Sebelum musim liburan dalam rangka Idul Fitri 1440 Hijriah, Bentara Budaya Bali masih mengadakan satu kegiatan, Pustaka Bentara, pada Rabu, 29 Mei 2019, dari pukul 19.00 WITA sampai selesai.
Pustaka Bentara kali ini akan membahas novel memoar Lentera Batukaru karya Putu Setia (Ida Pandita Mpu Jaya Prema Ananda), yang diterbitkan oleh KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) pada April 2019.
Lentera Batukaru berkisah tentang keluarga-keluarga sederhana di lereng Gunung Batukaru, Bali, yang berpemandangan indah dan berudara sejuk.
Terkait situasi 1960-an, keluarga-keluarga tanpa pendidikan memadai itu terbawa arus sejarah, dari apa yang disebut Tragedi G 30 S/PKI hingga Pemilihan Umum 1971 atau pemilu pertama Orde Baru.
Ketika itu banyak kisah kemanusiaan yang sedih. Putu Setia, yang pernah menjadi jurnalis pada sejumlah media, menuliskannya dengan pendekatan jurnalistik.
Ia tak sepenuhnya menggunakan bahasa sastra. Ia juga tidak menuangkan kemarahan dan kebencian.
Baca juga: Datang ke Bentara Budaya Bali, Belajar Manajemen Produksi Pertunjukan
Melalui novel memoar tersebut, Putu Setia menyampaikan pesan tentang bagaimana seseorang pasrah menerima takdir sekaligus tetap berusaha memerbaiki diri dengan mendekatkan diri kepada Tuhan.
Ia mengajak orang-orang untuk menempuh jalan damai, jalan spritual, dengan menyalakan lentera di lereng Gunung Batukaru.
Putu Setia juga menceritakan perjuangan panjangnya, dari menekuni profesinya sebagai jurnalis hingga menetapkan diri membuat pasraman Manikgeni di Pujungan, Tabanan, dan menjadi Pendeta Nabe pada 3 Juli 2012.
Baca juga: Film Si Mamad Karya Sjuman Djaja Akan Diputar di Bentara Budaya Bali
Pustaka Bentara menghadirkan tiga orang sebagai pembahas Lentera Batukaru: Widminarko (77), Wayan Westa (54), dan Putu Setia (78).
Widminarko, yang lahir di Banyuwangi, Jawa Timur, dan menetap di Bali sejak 1962, merupakan pelaku sejarah era 1960-an.
Widminarko, yang pernah berkuliah di Fakultas Sastra Universitas Udayana, memulai kariernya sebagai jurnalis pada 1965 di Bali Post.
Ia menjadi Wakil Pemimpin Redaksi/Wakil Penanggung Jawab Bali Post pada 1 Mei 1968-31 Desember 2000.
Ia juga menjadi Ketua PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Bali pada 1983-1991.
Buku-buku karyanya, antara lain, Tantangan Profesi Wartawan Berita Kisah (2001), Bali dalam Ledakan Penduduk (2012), Era Aji Mumpung (2012), dan Mandiri Belajar Sendiri (2013).
Baca juga: Bentara Budaya Bali Kenang Sosok dan Kiprah Penyair Reina Caesilia