Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ismail Basbeth, Menuju Rembulan bersama Mobil Bekas

Kompas.com - 31/01/2017, 12:52 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pembuat film memiliki cara pandang yang berbeda soal film yang sukses. Ada yang mementingkan cerita; ada yang lebih fokus ke gambar; ada pula yang mengincar jumlah penonton.

Masing-masing seakan mempunyai jalur dan penontonnya sendiri. Walaupun, sebetulnya ada juga yang pernah mencoba ketiganya. Contohnya adalah Ismail Basbeth.

Sehari-harinya, Basbeth adalah pembuat film, dengan rumah produksi Hide Project Films. Ia juga direktur artistik dari laboratorium kreatif Bosan Berisik LAB, yang menggali dan bereksperimen dalam bidang seni dan sastra.

Saya menjumpai Ismail Basbeth saat pembukaan Jogja Asian-Netpac Film Festival (JAFF) 2016 di Societet Taman Budaya Yogyakarta. Di perhelatan JAFF ke-11 tersebut, Basbeth berperan sebagai direktur program.

Seperti pengelola festival lain, Basbeth terlihat sibuk menyambut tamu. Celana pendek, kaos, dan topi bundar, melekat pada dirinya. Beberapa pengunjung ia sapa dengan logat medoknya. Tak jarang, Basbeth langsung mengobrol asyik, membicarakan entah apa.

Saya baru benar-benar dapat mengobrol bersama Basbeth saat workshop film terbarunya: Mobil Bekas dan Kisah-kisah dalam Putaran (selanjutnya disingkat sebagai Mobil Bekas). Mobil Bekas adalah film panjang ke-4 dan merupakan film ke-14 Ismail Basbeth.

Sekolah lewat Proses

Seperti banyak pembuat film, Basbeth memulai kariernya lewat film-film pendek.

Film-film pendek Basbeth kerap mempunyai visi artistik yang khas. Dalam Shelter (2011), Basbeth menampilkan adegan long-take seorang laki-laki mencumbu perempuan yang tak memberikan respons apapun. Dalam Ritual (2011), Basbeth memperlakukan kamera layaknya CCTV dan penonton menjadi pengintai sebuah kamar hotel.

Boleh dibilang, Basbeth sadar betul bagaimana gambar dalam filmnya hadir di hadapan penonton. Atau bahkan lebih jauh dari itu, eksplorasi Basbeth mungkin memang lebih menyasar kepada style dibanding storytelling. Basbeth tidak membantah itu.

"Fokus di style memang benar juga. Tapi begini, storytelling itu kan sesuatu yang kalau kamu pengin ngomong terus kamu omongin. Tapi aku kan enggak perlu ngomong kalau gambarku udah ngomong," jelas Basbeth.

"Di film pendek, aku akan berusaha membuat orang enggak akan pernah lupa dengan filmku. Jika filmku berdurasi lima belas menit, aku akan buat lima belas menit itu lima belas menit terbaik yang pernah mereka tonton. Salah satu caranya, mainan visual."

Setiap kejelian Basbeth dalam mengolah karyanya adalah sebuah pembelajaran panjang.

Basbeth tidak kuliah film. Ia kuliah di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, mempelajari pendidikan musik tradisional dan komunikasi. Soal film, prosesnya berkarya adalah sekolahnya --tempat ia menggali, mengeksplorasi, dan belajar tentang apa itu sinema.

Bagi Basbeth, jika diibaratkan strata dalam perguruan tinggi, seluruh proses pembuatan film-film pendeknya adalah sekolah S1. Sementara tiga film panjang terakhir adalah sekolah S2-nya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com