Kamila Andini: Memoria di Dalam Cermin

KOMPAS.com - Film dengan tokoh utama perempuan belumlah tentu sebuah film tentang perempuan. Kamila Andini, sutradara Mirror Never Lies (2011), Sendiri Diana Sendiri (2015), dan Memoria (2016), sadar betul akan hal itu.

Secara kasat mata, ketiga filmnya menampilkan sosok perempuan. Namun, "film tentang perempuan" versi Dini bukan hanya soal yang kasat mata.

"Bukan cuma tentang dia strong apa enggak, dia berdaya apa enggak, atau dia kerja apa enggak. Bukan soal itu. Kalaupun emang dia bekerja, kenapa dia bekerja, kenapa dia memilih itu? Kalau dia jadi ibu rumah tangga, kenapa dia jadi ibu rumah tangga, kenapa dia memilih itu? Itu semua harus dilihat. Dan gue pengin film-film gue dapat memperlihatkan itu," ucap Dini.

Pendeknya, fokus Dini lebih kepada hal-hal di sekitar perempuan, serta pilihan-pilihan yang seorang perempuan ambil.

"Bukan untuk menunjukkan seperti apa perempuan itu. Tapi bagaimana ia ada di ruang sosialnya," katanya.

Latar belakang sosial dan budaya tempat perempuan berada menjadi suatu hal yang penting bagi Dini. Sebab menurutnya keberdayaan tidak terjadi di ruang hampa. Keberdayaan perempuan adalah suatu kekuatan yang muncul dari kondisi ketidakadilan di sekitarnya.

"Makanya kalau di Memoria itu ada soal mahar dan konflik Timor. Penting buat gue untuk memperlihatkan itu. Dia ada di mana? Adat yang seperti apa? Sistem patriarki yang bagaimana? Itu semua harus kita lihat kalau kita berbicara soal perempuan," ucap Dini.

Baca selengkapnya: Kamila Andini: Memoria di Dalam Cermin

Artikel ini telah dimuat di ruang.gramedia.com edisi 30 Maret 2017 dengan judul "Kamila Andini: Memoria di Dalam Cermin".