Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Festival Film Okinawa 2017: Tertawalah walau Perang Bisa Kapan Saja

Kompas.com - 30/04/2017, 22:41 WIB

OKINAWA, KOMPAS.com -- Berita Semenanjung Korea di ambang perang begitu mencemaskan. Jarak Pulau Okinawa dengan daerah panas itu hanya dua jam terbang saja.

Masih terbayang juga adegan memilukan film Hacksaw Ridge yang berlatar pertempuran Okinawa pada 1945. Nyatanya, warga Okinawa justru menebar tawa dalam Okinawa International Movie Festival 2017 pada 20-23 April lalu.

Jejak Perang Pasifik 70 tahun lalu itu terasa sejak mendarat di Bandara Internasional Naha. Pesawat tempur lawas berbendera Nippon masih terparkir. Amerika pun masih punya pangkalan militernya di Okinawa hingga hari ini.

Posisinya strategis untuk menyiapkan pasukan pada masa konflik Semenanjung Korea saat ini, juga kemelut rebutan kawasan Laut China Selatan.

Jadi sebenarnya masih ada ketegangan yang membayangi Okinawa. Namun, industri hiburan memupuri kecemasan itu.

"Masa setelah pertempuran Okinawa, leluhur kita merayakan kehidupan. Nyanyian, tarian, dan tawa dibutuhkan dalam perayaan. Kita telah melalui banyak babak sedih. Mari ikuti leluhur kita merayakan hidup," demikian kalimat pembuka dalam buklet festival film tahunan ini.

Untuk perhelatan kesembilan kali ini, penyelenggara menuliskan kata "Oh! Kinasai" dalam poster resminya. Kata itu mengandung dua makna. "Okina sai" bisa diartikan sebagai "bangkit", dan "kinasai" berarti "datanglah".

Yoshimoto Laugh and Peace Inc, badan bentukan Yoshimoto Kogyo untuk festival ini, mengundang film-film dari luar Jepang, seperti Indonesia, Korea, Hongkong, Taiwan, dan Thailand.

Layar lebih banyak juga tersedia bagi film-film dari segala penjuru Jepang, sebagian besar berbalut komedi.

Indonesia diwakili film Hangout produksi Rapi Films. Film besutan Raditya Dika ini diputar Sabtu (22/4/2017) di Sakurazaka Theater di pusat Kota Naha, kota teramai di Okinawa.

Sakurazaka adalah bioskop mini yang sering memutar film independen dari Jepang dan Eropa. Auditorium berkapasitas sekitar 60 orang hampir penuh.

Hangout dikelompokkan di kategori Special Invitation. Ada delapan film lain di sini, yang seluruhnya baru pertama tayang di Jepang.

Salah satu film yang disorot di kategori ini adalah Karanukan, atau River God, disutradarai Yasuhiro Hamano.

Filmnya tak banyak dialog. Bahasa gambarnya; cahaya matahari, sungai yang berkilau, dan langit yang tenang menyuguhkan kegembiraan ketika menontonnya.

Menurut Yasuhiro, kegembiraan yang sama bisa dirasakan ketika tergelak menonton film komedi.

"Saya ingin menyuguhkan keajaiban dari merasakan (feeling) daripada mengetahui (knowing)," kata Yasuhiro.

Film warga
Selain menyajikan film sutradara "betulan", festival ini juga jadi ajang pamer karya sutradara "karbitan".

Ada 10 judul, dan 46 nominasi yang masuk kategori The Local Origination Project. Kategori ini seru sekali. Pembuat filmnya diminta memamerkan kelebihan setiap daerah.

Prasyarat itu mendorong Eiji Nakano, kakek berumur 60 tahun yang pernah menyopir taksi, membesut film Natashozuke Dream.

Ia hendak mengabarkan kepada dunia bahwa timun dari kota Oi di Prefektur Fukui cocok dibuat acar. Betul, ini film tentang obsesi pada timun dan acar.

Dengan cara yang agak ngeselin, Eiji memaksa turis Jerman mencicip acar dan memberi penilaian di tabel yang ia bikin. Hasilnya banyak yang suka, tetapi banyak juga yang tidak.

"Tapi aku yakin acar ini enak, dan semua orang harus tahu," ucapnya di pengujung film, tapi gambar yang muncul di layar adalah peralihan kecebong menjadi katak.

Film lainnya adalah Ranzan The Movie. Film ini adalah tipikal film superhero yang ada monster sebagai penjahatnya.

Monsternya adalah makhluk batu karang, berakal dangkal yang punya bos bernama General Skull, makhluk jerangkong. Duo penjahat ini punya misi memanaskan suhu dunia.

Plotnya sederhana: jagoan pasti menang. Koreografi berantem pun kakunya minta ampun. Namun, selama menumpas kejahatan, Ranzan mengajak kita menyusuri Kota Yoichi di Prefektur Hokkaido.

Ranzan, yang diperankan Da-Yasu ini mampir berendam di pemandian air hangat. Ia juga melintasi kios agen perjalanan.

Ranzan yang ninja ini juga menyicipi wiski di penyulingan lokal, sementara para monster bersantap babi panggang di sebuah kedai. Sepertinya, demi kedai dan tempat berendam itulah Ranzan berjibaku melawan monster.

Film Harvest! terasa lebih nyata. Film musikal ini bercerita tentang keluarga petani buah di Fukushima.

Adegan absurd muncul juga ketika mendiang ibu keluarga itu bangkit dari kubur menenangkan badai petir. Pesan sutradara Kiyoto Kawamura lewat film terbaca gamblang.

Fukushima adalah sentra buah, terutama persik dan anggur, di Jepang. Kerusakan reaktor nuklir akibat gempa meresahkan petani karena produknya tak laku.

"Selama riset pembuatan film, aku merasakan pergulatan petani. Aku memutuskan hal itu lebih baik digambarkan dalam bentuk yang gembira," kata Kiyoto.

Makanya ia mengajak duo komedian Okazu Club.

Keseluruhan ada sekitar 130 judul film yang ditayangkan di festival ini selama empat hari penyelenggaraan. Arena festival tersebar sebanyak 13 lokasi di seantero Pulau Okinawa.

Biasa melucu
Komedi adalah santapan sehari-hari orang Jepang. Di televisi lokal, acara lawak mendominasi jam utama, dari yang bernaskah, slapstick, sampai yang agak cabul.

"Komedi itu membawa dampak yang baik pada diri sendiri. Orang yang melihatnya pun senang, dan berdampak bagus juga buat dia kan," kata Yasuo Nagai, Direktur Yoshimoto Kogyo Company.

Dia menceritakan orang Jepang punya seni tradisi rakugo dan manzai. Keduanya adalah kesenian bertutur yang menyisipkan cerita lucu.

Rakugo dimainkan satu orang sebagai juru cerita, sementara manzai oleh dua pelakon yang saling menimpali.

Kesenian ini tumbuh subur di Osaka sejak seratusan tahun lalu. Yoshimoto sampai membuat gedung teater khusus untuk pertunjukan itu. Setiap hari sepanjang tahun ada dua pertunjukan.

"Setiap pertunjukan selalu penuh," kata Shizuko Yokote, President and Representative Director Yoshimoto.

Perusahaan ini juga membuat sekolah komedi yang serius. Tak kurang dari 6.000 talent, yang hampir semuanya komedian, telah dihasilkan.

Para talenta itu disebar ke sejumlah program televisi. Yokote mengatakan, semua program variety show di televisi Jepang pasti melibatkan artis jebolan akademi Yoshimoto.

Bukan cuma pelawak yang bisa melucu. Di pembukaan festival itu, pejabat pemerintahan dan perusahaan saling cengengesan.

Para walikota sekitar Naha bergantian berpidato, singkat-singkat saja, dan mencela tim bisbol kota masing-masing.

Paling "ajaib" mungkin pidato CEO Yoshimoto Hiroshi Osaki yang sore itu pakai jas, dan bertopi tenis yang terbuka di bagian atas itu.

Ia mengucapkan terima kasih atas dukungan banyak pihak selama sembilan kali festival. Ia lalu terdiam cukup lama.

"Aduh, saya lupa mau omong apa.. Ah, sudahlah, begitu saja...," katanya.
Tepukan membahana. Okinawa pun tertawa meski perang mengintai dari Korea sana. (HERLAMBANG JALUARDI)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 30 April 2017, di halaman 28 dengan judul "Tertawalah walau Perang Bisa Kapan Saja".

Baca juga: Hangout, Ketika Raditya Dika Bekerja di Luar Zona Nyaman dan Hangout Masuk Daftar Film Indonesia Terlaris Sepanjang Masa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com