JAKARTA, KOMPAS.com -- Film Ziarah, yang disutradarai oleh BW Purwa Negara atau Bewe dari Yogyakarta, mendapat empat nominasi dalam ASEAN International Film Festival and Awards (AIFFA) 2017, yang diadakan di Kuching, Sarawak, Malaysia, pada 4-6 Mei 2017.
Empat nominasi itu adalah untuk kategori-kategori Best Film, Best Screenplay, Best Director, dan Best Actress.
Untuk kategori Best Actress, masuklah Mbah Ponco Sutiyem dari Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Ia merupakan pemain utama Ziarah.
Nenek 95 tahun itu, yang berperan sebagai Mbah Sri, sama sekali bukan artis peran dan sebelumnya tak memiliki pengalaman akting.
Baca juga: Nenek 95 Tahun dari Gunung Kidul Masuk Nominasi Aktris Terbaik
Memang tidak ada artis peran profesional dan terkenal dalam film tersebut.
"Kalau sinema adalah hidangan, Ziarah bukan pizza atau burger. Lebih tepat seperti singkong atau tempe. Kalau film adalah kendaraan, Ziarah bukan Ferrari tetapi sado. Ziarah dibuat dengan segala kesederhanaan, tetapi dengan harapan dapat memberi makna," kata Bewe, yang juga menulis naskah film itu, seusai pemutaran Ziarah dalam Plaza Indonesia Film Festival 2017, pada 23 Februari 2017 di Plaza Indonesia XXI, Jakarta Pusat.
Dalam film tersebut, Mbah Ponco menjadi Mbah Sri yang juga berusia 95 tahun.
Ditulis pada Kompas terbitan 3 Maret 2017, menyutradarai para pemeran yang ketika itu belum memiliki pengalaman berakting, Bewe dan timnya harus mendekati mereka dengan memosisikan diri sebagai anak atau cucu.
Contohnya, Rukman Rosidi, yang berperan sebagai Prapto, cucu Mbah Sri.
"Saya memasrahkan diri sebagai cucunya Mbah Ponco. Begitu juga pemeran lain. Kami mendengarkan dulu cerita-cerita mereka ini yang kebanyakan orang-orang tua. Setelah itu mereka lebih rileks," tutur Rukman, yang sehari-hari menjadi pelatih akting.
Bewe menerangkan bahwa dialog yang mereka lakukan dalam film itu, yang kebanyakan dalam bahasa Jawa, tidak harus betul-betul sama dengan yang ada pada naskah, meski tetap berpatokan pada naskah.
Bahkan, beberapa bagian dalam film tersebut sebenarnya tak ada dalam naskah.
Contohnya, bagian yang bercerita tentang penenggelaman desa menjadi waduk, tidak ada dalam naskah. Bagian itu dibuat berdasarkan kisah yang didapat dari penutur yang mengalami sendiri kejadian tersebut.
Baca juga: Ziarah, Berdamai dengan Masa Lalu
Ziarah bercerita tentang perjalanan Mbah Sri mencari makam asli mendiang suaminya, Prawiro, sesudah Mbah Sri mendengar cerita dari seorang veteran perang tentang akhir hidup Prawiro dan di mana Prawiro dimakamkan.
Betapa tidak? Selama ini ia memercayai bahwa makam suaminya adalah sebuah gundukan tanah dengan bambu runcing berbendera Merah Putih di atasnya.