Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekuatan Perempuan Bernama Marlina dalam Budaya Patriarki

Kompas.com - 28/05/2017, 15:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -- Sumba di Indonesia dan Cannes di Perancis dihubungkan oleh film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak karya sutradara Mouly Surya.

Sumba adalah tempat Marlina mencari keadilan meski terpaksa terperangkap dalam lumpur kekejian. Cannes menjadi panggung Marlina mencoba memberi sudut pandang perempuan tak boleh diam saat kehidupan dirampas dan kehormatan dinodai.

Film Marlina merupakan film ketiga Mouly, berdurasi 93 menit, dan dikembangkan dari ide awal sutradara Garin Nugroho.

Baca juga: Warisan Garin Nugroho untuk Mouly Surya

Marlina diperankan oleh Marsha Timothy, didukung Egi Fadly sebagai Markus si pemimpin komplotan perampok, Yoga Pratama sebagai Frans si anggota, dan Dea Panendra sebagai Novi si tetangga Marlina yang sedang hamil tua.

Marlina menjadi satu-satunya film dari Asia Tenggara yang diputar di Festival Film Internasional Cannes 2017.

Selain itu, satu-satunya film dari Asia yang lolos seleksi dan diputar di kategori bukan kompetisi Quinzaine Des Realisateurs (Directors' Fortnight).

Marlina lolos seleksi dari 1.600 film yang mendaftar untuk kategori pilihan asosiasi sutradara sedunia itu.

Baca juga: Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak Lolos Tayang di Cannes 2017

Marlina mengambil latar kehidupan masyarakat Pulau Sumba di Nusa Tenggara Timur yang belum terlalu dikenal, tetapi amat indah dan memukau.

Lanskap savana, langit biru, jalan sempit berkelok, dan rumah jarang menunjukkan sisi sunyi Indonesia yang kadung kondang karena hutan hujan tropis yang hijau sehingga dijuluki "Zamrud Khatulistiwa".

Pengambilan gambar cenderung statis. Mouly seakan ingin merangkai kumpulan foto kartu pos lanskap Sumba yang indah.

Sesuai judul, film dibagi dalam empat babak, yakni perampokan, perjalanan, pengakuan, dan kelahiran.

Mungkin ini cara Mouly untuk merangkai kisah Marlina yang secara umum dibangun dalam alur cerita yang agak lamban.

Babak perampokan mengisahkan Marlina baru menjadi janda akibat kematian Topan sang suami. Bukannya menguburkan suami tercinta, Marlina malah memajang jenazah di ruang tamu.

Saat itu, datang Markus dengan sepeda motor, seenaknya bertamu, meminta disuguhi sup ayam, bahkan mengatakan hendak merampas semua ternak, harta, hingga kehormatan Marlina.

Lima dari tujuh perampok, termasuk Markus, dibunuh oleh Marlina. Empat di antaranya diracun saat menyantap sup ayam.

Markus dipenggal oleh Marlina dalam pemerkosaan.

Adegan kepala Markus yang menggelinding dan darah muncrat sejenak mengingatkan pada film Natural Born Killer atau Kill Bill karya Quentin Tarantino yang banjir darah, bahkan sampai menetes menutupi layar atau media pemutaran.

Babak perjalanan mengisahkan tekad Marlina menenteng kepala Markus yang hendak diserahkan kepada penyidik polisi sekaligus mengakui perbuatannya.

Baca juga: Gara-gara Marlina, Marsha Timothy Jadi Suka Naik Kuda

Dalam perjalanan, Marlina bertemu Novi yang dicurigai berselingkuh oleh suaminya.

Sudah sepuluh bulan usia kandungan, tetapi bayi tak kunjung lahir sehingga diduga sungsang. Novi tak terima disebut mengandung bayi sungsang karena hal itu dikaitkan dengan perselingkuhan.

Babak pengakuan menggambarkan upaya sia-sia Marlina mendatangi polisi untuk melaporkan perampokan dan pemerkosaan yang dialami.

Kelambanan petugas menjadi sentilan dan kritik atas ketidakbecusan aparat negara dalam melayani dan mengayomi rakyat.

Apalagi, di "Pulau Marapu", julukan Pulau Sumba, yang jauh dan terisolasi, seolah jangan berharap aparat bisa diandalkan.

Sementara dalam plot kisah Novi, ia kehilangan sang suami yang lebih percaya perkataan Frans bahwa Novi telah berselingkuh.

Novi mustahil membuktikan ia tak selingkuh dengan memenuhi permintaan sang suami bahwa si jabang bayi harus dilahirkan saat itu juga demi menggugurkan anggapan sungsang karena selingkuh.

Babak kelahiran menceritakan bayi Novi yang akhirnya melihat dunia. Namun, sebelum itu, Novi dan Marlina disandera oleh Frans.

Novi hendak membunuh Frans, tetapi lantas membatalkan niatnya karena mungkin melihat peluang yang tipis.

Novi terpaksa melayani permintaan Frans yang ingin sup ayam meski perempuan ini sudah hampir melahirkan. Sementara Frans malah memerkosa Marlina.

Apresiasi
Saat diputar perdana di hadapan publik Festival Film Internasional Cannes 2017 di Theatre Croisette, Rabu (24/5/2017), adegan pemenggalan kepala malah mendapat apresiasi.

Baca juga: 10 Film Indonesia Dipromosikan di Cannes

Mungkin itu bukan tanda setuju bahwa perempuan bisa saja berbuat ganas ketika kehormatan dinodai, melainkan reaksi terhadap efek kejut yang dihadirkan Mouly.

Munculnya permintaan atau tawaran hidangan sup ayam cukup mengundang tawa penonton. Berhati-hatilah saat ditawari atau minta dibuatkan sup ayam.

Jika semena-mena, boleh jadi hidup berakhir seperti sederet laki-laki biadab yang memerkosa Marlina.

Film ini juga memuat adegan yang mampu memancing kejengkelan. Pernyataan Markus, misalnya, bahwa Marlina merupakan perempuan paling beruntung jika menuruti dan melayani komplotan perampok itu.

Kalimat itu terasa jelas merendahkan martabat perempuan dan menjerumuskan Marlina dalam jurang terdalam, setelah ditinggal suami, dirampok semua harta benda, dipaksa melayani perampok, bahkan diperkosa.

Berbagai ulasan di media massa internasional pun mengapresiasi film ini. Hollywood Reporter, Variety, dan Screendaily, misalnya.

Baca juga: Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak Dipuji di Cannes

Salah satu elemen yang juga banyak dipuji adalah musik scoring dalam film ini yang digarap Zeke Khaseli dan Yudhi Arfani.

Film Marlina juga memberi gambaran berbeda tentang lanskap Indonesia. Sisi alam yang kering namun eksotis menjadi suguhan yang menghibur mata penonton.

Tak hanya itu, film Marlina juga mengartikulasikan semangat feminisme dalam konteks masyarakat tradisional yang dikuasai budaya patriarki yang sangat kuat.

Marlina berbicara tentang kekuatan perempuan yang mungkin tak terprediksi daya tempurnya.

Sebagai latar film, Mouly juga tampaknya berusaha menampilkan wajah Indonesia yang majemuk.

Indonesia, bagaimanapun, adalah bangsa yang beragam suku, agama, ras, dan golongan, kendati sering disebut sebagai negeri berpenduduk Muslim terbesar di dunia.

Melalui film Marlina, Mouly menyuguhkan sudut-sudut Tanah Air yang memeluk kepercayaan lokal dan agama-agama lain, namun bersatu dalam bingkai Indonesia.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Mei 2017, di halaman 26 dengan judul "Empat Babak Marlina".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau