MAYORITAS lembaga pemberitaan dunia sepakat dalam menyatakan tahun 2020 sebagai Tahun Covid-19.
Pada kenyataannya, secara statistikal memang dapat dikatakan bahwa pemberitaan terbanyak pada tahun 2020 memang tentang pagebluk corona.
Di Indonesia ada berita tentang terbunuhnya 6 orang di Kilometer 50 Jalan Tol Jakarta-Cikampek, kemenangan anak dan menantu presiden di Solo dan Medan, korupsi bansos oleh Mensos yang menjabat saat itu, korupsi benur oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, pembubaran FPI, Sandiaga Uno menjadi Menparekraf, dan aneka berita sebesar apa pun tenggelam oleh banjir berita terkait angkara murka wabah corona ini.
Baca juga: UPDATE: Sebaran 8.002 Kasus Baru Covid-19, Tertinggi di DKI yang Capai 2.053
Tanpa mengecilkan penghormatan terhadap tahun 2020 sebagai Tahun Corona, dengan ketulusan rasa hormat dari lubuk sanubari terdalam, saya menyampaikan belasungkawa.
Belasungkawa kepada para dokter, perawat, pekerja rumah sakit , petugas kesehatan dan kemanusiaan yang telah secara harfiah nyata mengorbankan jiwa-raga-lahir-batin dalam perjuangan di gugus terdepan medan perang melawan angkara murka virus corona.
Sementara sebagai pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan yang sedang berupaya mempelajari makna kemanusiaan, saya melihat perubahan peradaban umat manusia pada tahun 2020 akibat virus corona.
Perubahan nyata tampak pada sikap dan perilaku manusia yang semula bersifat sosial, akibat kecemasan tertular virus corona lambat namun pasti berubah menjadi asosial seperti social distancing yang secara jelas eksplisit menghindari kerumunan.
Alhasil, lokasi-lokasi cenderung menghadirkan kerumunan manusia seperti rumah makan, hotel, bus, kereta api, kereta bawah tanah, pesawat terbang sengaja dihindari oleh mereka yang percaya bahwa kerumunan rawan menularkan virus corona dari manusia ke manusia.
Polri tegas melarang kerumunan merayakan akhir tahun 2020. Industri pariwisata yang semula merupakan primadonna industri planet bumi sebelum 2020 mendadak pada tahun 2020 merupakan industri dunia yang paling terpukul sehingga merosot sampai 80 persen.
Negara-negara yang menggantungkan diri pada industri pariwisata seperti Italia, Yunani, Spanyol terbukti lebih terdampak oleh kemaharajalelaan Covid-19 ketimbang negara-negara yang mengonsum produk industri pariwisata seperti Jerman, Jepang dan Amerika Serikat.
Baca juga: Tak Ada Perayaan Tahun Baru 2021, Ini 5 Informasi Penutupan Jalan dan Fasilitas Publik di Jakarta
Falsafah bersifat sosial seperti mangan ora mangan asal kumpul (makan atau enggak makan tak masalah asal kumpul) mendadak menjadi anakronis akibat wabah virus corona yang justru memaksa manusia untuk tidak berkumpul dengan sesama manusia, apalagi yang mengidap virus.
Falsafah mangan ora mangan asal kumpul berubah menjadi ojo kumpul ben ora ketularan (jangan berkumpul agar gak ketularan) corona.
Kerumunan bukan hanya menjadi perilaku asosial namun bahkan menjadi kriminal akibat melanggar protokol kesehatan.
Namun di sisi lain tidak semua pihak dirugikan oleh virus corona sebab terbukti produk tertentu akibat corona malah makin menjadi laris-manis dikonsum, seperti misalnya masker, alat perlindungan diri, oksigen, respirator, vaksin flu, vaksin pneumonia, dll.
Produsen produk jasa telekomunikasi Zoom dan pengusaha jasa penjualan online mengalami masa gilang-gemilang yang semula tidak pernah mereka nikmati.
Produk yang semula tidak dipedulikan konsumen seperti misalnya produk jasa perkantoran mendadak menjadi produk yang dibutuhkan konsumen jasa perkantoran sebab masyarakat mulai WFH alias bekerja dari rumah belaka tanpa perlu menggaji pekerja kantor sebab bisa membeli produk outsourcing jasa perkantoran.
Bahkan turisme religi masa kini seperti misalnya menghadiri upacara perayaan Natal di Bethlehem bisa dilakukan secara jarak-jauh dengan mendayagunakan teknologi online maupun Zoom.
Kini muncuk produk teleturisme. Maka saya pribadi menyayangkan bahwa Menteri Kesehatan Republik Indonesia diganti akibat melihat kenyataan tidak ada satu pun Menteri Kesehatan bahkan Kepala Negara di planet bumi masa kini yang mampu menghadapi apalagi menanggulangi pagebluk Corona.
Memang tidak ada manusia yang sempurna maka dengan sendirinya juga tidak ada Menkes yang sempurna, maka dapat dimahfumi bahwa mustahil ada Menkes yang mampu mengatasi malapetaka corona secara sempurna.
Jika kemampuan menanggulangi angkara murka virus corona dipaksakan untuk menjadi syarat Menteri Kesehatan, maka seluruh Menteri Kesehatan di semua negeri di planet bumi harus diganti.
Pada hakikatnya prahara pandemi corona menyadarkan umat manusia bahwa pada hakikatnya seluruh manusia termasuk saya sekadar sesosok makhluk hidup yang tidak berdaya apa pun melawan virus corona.
Virus yang amat terlalu sangat kecil namun berdaya destruktif luar biasa besar terhadap manusia.
Pada hakikatnya, corona menyadarkan manusia untuk ojo dumeh (jangan mentang-mentang). Agar jangan takabur, jangan sombong, jangan arogan, jangan lupa daratan akibat merasa diri paling berkuasa sekaligus paling bijak maka paling benar.
Sebab, di atas langit masih ada langit, yang di atasnya masih ada langit lain lagi tanpa batas optimalitas.
Maka, corona menyadarkan umat manusia untuk tetap rendah hati, merunduk, ojo dumeh. Sebab, pada hakikatnya manusia sekadar makhluk yang tidak berdaya, maka tidak berarti dibandingkan dengan kedahysatan kemahakekuasan Yang Maha Kuasa.
Karena itu, tahun 2020 layak disebut sebagai Tahun Ojo Dumeh. Pada tahun 2020, pada hakikatnya umat manusia termasuk saya disadarkan oleh virus corona.
Sadar untuk kembali ke fitrah kearifan peradaban yang paling dasar sebagai pedoman kearifan, yaitu setiap insan manusia senantiasa bahkan niscaya berupaya bersikap Ojo Dumeh dalam menempuh perjalanan hidup sarat kemelut deru campur debu berpecik keringat, air mata dan darah ini.
Selamat Tahun Baru 2021!