Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebagian Produk Kreatif Indonesia Tembus Dunia

Kompas.com - 05/02/2015, 16:31 WIB
JAKARTA, KOMPAS -- Di tengah serbuan budaya populer dari mancanegara, sebenarnya sebagian industri kreatif Indonesia terus menggeliat, bahkan beberapa produk telah mampu menembus dunia internasional. Namun, pengembangan lebih lanjut masih membutuhkan dukungan, perbaikan manajemen, dan strategi budaya yang lebih jitu.

Indonesia saat ini masih menjadi pasar budaya populer asing. Itu terlihat dari dominasi film, musik, komik, dan animasi dari sejumlah negara, seperti Amerika Serikat (AS), Jepang, India, dan Korea Selatan. Serbuan telah berlangsung lama dan kian deras beberapa tahun belakangan ini. Di tengah kondisi tersebut, para insan kreatif di Indonesia giat memproduksi karya-karya kreatif.

Komik dan animasi
Dalam industri komik, sejumlah komikus Indonesia getol berkarya meski bersaing dengan komik Jepang alias manga. Menurut komikus Beng Rahadian, produksi komik nasional terus bertambah seiring dengan munculnya komikus muda. Pada 2009, produksi komik lokal hanya 40-60 judul. Kini, jumlahnya mencapai lebih dari 100 judul.

Komik Indonesia khas dalam tema lokal, pewayangan, dan cerita keseharian.

"Komik Indonesia berpotensi untuk bersaing dengan komik luar negeri karena kekhasannya," kata Beng Rahadian, di Jakarta. Rabu (4/2/2015).

Alex Irzaqi, komikus muda Indonesia, optimistis dengan perkembangan komik Indonesia.

"Meski masih berjuang, karya komikus lokal juga bisa bersaing," kata Irzaqi, yang telah meraih The Winner Award di Silent Manga Audition, kompetisi internasional manga, tahun 2012.

Saat bersamaan, beberapa animasi Indonesia telah menjadi tuan di rumah sendiri. Contohnya, Adit & Sopo Jarwo yang masuk dalam 10 program televisi terpopuler di Indonesia.

"Kami mencapai rating tertinggi untuk semua program di semua stasiun televisi pada akhir Desember 2014," ujar Eki Noor, Head Creative MD Animation, produser Adit & Sopo Jarwo.

Dengan jalur masing-masing, sejumlah insan kreatif dalam film, musik, atau desain juga berhasil menembus dunia internasional. Namun, semua itu masih berjalan secara mandiri, sporadis, dan nyaris tanpa koordinasi atau sokongan serius pemerintah.

Butuh strategi
Dosen Filsafat Universitas Indonesia dan pengamat budaya pop, Tommy F Awuy, berpendapat, lembaga-lembaga industri kreatif di Indonesia semestinya mempelajari filosofi dan manajemen industri budaya pop asing. Selanjutnya kita bisa membangun langkah strategis untuk menonjolkan budaya sendiri, sekaligus menyikapi secara kritisi budaya asing yang masuk Indonesia.

"Melihat budaya Korea dan Jepang, ini soal kemasan, manajemen, industri. Itu sangat bergantung dengan kepiawaian manajemen. Sekarang kita memiliki Badan Ekonomi Kreatif (BEK). Kalau Triawan Munaf (Kepala BEK) tak benar-benar menguasai manajemen industri budaya pop, industri kreatif cuma jadi gagah-gagahan saja," katanya.

Kita perlu mencermati secara kritis budaya pop asing sambil memberdayakan budaya Indonesia. Untuk itu, dibutuhkan lembaga budaya yang memberdayakan lokalitas sekaligus menciptakan hubungan kepentingan bersama dengan para budayawan dan seniman. Jangan lupa juga untuk menguasai teknologi industri modern.

Menurut pemimpin perusahaan film Star Vision, Chand Parwez Servia, Indonesia harus menguasai pengemasan budaya pop. Film serial India menjadi alternatif di televisi karena menawarkan kemasan menarik. Produk itu menawarkan kesamaan budaya antara India dan Indonesia.

Secara terpisah, Ketua Komite Tetap Video, Film, dan Fotografi Kamar Dagang dan Industri Indonesia Rudy Sanyoto mengatakan, budaya populer asing mendominasi pasar Indonesia akibat pemerintah kurang memihak produk budaya sendiri. Dalam industri film, misalnya, kuota impor film tidak dibatasi sehingga persaingan menjadi tidak berimbang antara film impor dan film produksi lokal.

Indonesia tidak membatasi kuota impor film. Padahal, negara seperti Tiongkok saja membatasi kuota film impor, yaitu hanya 20 judul per tahun. Impor film asing hanya dikenai pajak Rp 21.945 per menit dari durasi film. Sementara film dalam negeri dibebani pajak sebesar 10 persen dari biaya produksi. (IVV/NAW/B05)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com