Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Idris Sardi Menggenapi Konser Hidupnya Pagi Ini

Kompas.com - 28/04/2014, 14:02 WIB

Yang tak kalah mengejutkannya adalah saat saya usai tampil. Begitu saya turun panggung, Idris berdiri, mendekati saya, lalu memeluk saya dengan erat. Dia tidak bicara apa pun, tapi saya merasakan dukungan yang penuh atas usaha saya menyanyikan karya puisi agar bisa lebih diterima oleh masyarakat.

Beberapa bulan kemudian kami bertemu kembali di rumah keluarga Hasjim Ning untuk sebuah acara melepas perjalanan budaya beberapa seniman Minang ke Serbia. Malam itu, saya baru tahu, permainan piano Idris sama bagusnya dengan gesekan biolanya. Sebagai seorang komposer dan arranger, Idris bisa sedemikian cepatnya "mengulik" lagu yang baru didengarnya melalui permainan pianonya sehingga menghasilkan aransemen baru pada lagu yang digarapnya secara on the spot.

Malam itu, saya, Fadli Zon, Linda Djalil, Taufiq Ismail dan istri, Evawani Chairil Anwar, Violi, dan tamu lainnya takjub menyaksikan permainan Idris. Kami pun menghadiahinya dengan tepukan hangat yang panjang. Saya sendiri menjadi salah seorang yang merasa beruntung karena bisa menyaksikan kehebatan musikalitas seorang Idris melalui permainan pianonya.

Pertemuan kembali terjadi di Fadli Zon Library, di daerah Pejompongan, Jakarta Pusat. Siang itu, Fadli Zon menjadi tuan rumah perayaan sederhana ulang tahun ke-75 Idris Sardi. Para sahabat berkumpul, ada yang dari kalangan politisi, akademisi, perupa, musisi, penyanyi, dan artis.

Sebagai penghormatan atas acara tersebut, Idris pun menggelar minikonser. Dia dibantu oleh seorang pemain solo organ. Sebelum memulai pertunjukan, Idris berucap, "Kalau saudara-saudara tidak memperhatikan dan duduk di sini, saya tidak mau main."

Setelah hadirin duduk dan fokus ke panggung kecil di lantai tiga Fadli Zon Library, Jakarta, Idris pun memanggil Fadli untuk mendampinginya sekaligus bernyanyi.

Fadli yang dipanggil pun buru-buru mengambil mikrofon. "Wah, saya dikerjain Mas Idris, nanti yang diperhatikan biola Mas Idris saja, jangan suara saya. Mohon maaf kepada teman-teman yang penyanyi beneran, saya berada di sini."

Maka, sepasang sahabat itu pun membawakan lagu Ayah karya Rinto Harahap. Lagu ini dipilih sebagai pembuka pertunjukan, menurut Idris, karena dirinya dan Fadli sama-sama ditinggal pergi ayah mereka saat masih kecil.

Selain itu, masih menurut Idris, lagu pop Indonesia itu ya karya-karya Rinto Harahap, "Untuk pernyataan ini, saya pernah dikritik habis oleh kawan-kawan. Tapi saya tetap kukuh mengatakan bahwa lagu pop Indonesia ya punya Rinto. Lagunya apa adanya dan kata-katanya sederhana."

Peristiwa di atas terjadi pada Jumat (7/6/2013) siang. Merayakan ulang tahun ke-75 Idris Sardi, sekaligus peluncuran buku puisi karya Fadli Zon berjudul Dream I Kept.

Beberapa bulan kemudian, tepatnya pada awal puasa Ramadhan tahun 2013, saya bertemu kembali dengan Idris. Kala itu, saya dan Idris sama-sama menjadi pengisi acara peresmian patung Chairil Anwar di Rumah Budaya Fadli Zon, di Aie Angek, Tanah Datar, Sumatera Barat.

Sehabis berbuka puasa pada Jumat petang, 25 Juli 2013, saya menuju aula untuk melakukan check sound. Dibantu oleh teknisi yang dibawa Idris Sardi dari Jakarta, saya pun mulai mencoba gitar dan vokal saya agar esok, saat pertunjukan, bisa tampil baik. Saat melakukan cek suara, Idris masuk ke aula bersama Fadli Zon. Idris duduk di belakang, ditemani oleh sang istri. Mereka menyaksikan saya melakukan tes suara.

Seusai saya melakukan geladi bersih, Idris Sardi bicara lantang kepada saya dan Fadli, "Sungguh tidak adil kehidupan," ujar Idris. Saya pun bertanya, apa maksudnya? Idris lalu menerangkan, seharusnya negara memberikan tempat yang layak bagi para seniman yang sungguh-sungguh menjalankan profesinya sebagai seniman dan menghasilkan karya-karya yang berkualitas dengan memberikan ruang seluas-luasnya untuk berekspresi. Tidak seperti sekarang, semua media dikuasai oleh hiburan berselera rendah."

Saya diam saja. Saya tak juga menanggapi, apakah pernyataan itu ditujukan untuk membela saya dan diri Idris, atau orang lain. Akan tetapi dalam hati, saya setuju dengan pernyataannya. Lalu saya pun jadi ngelantur. Jangan-jangan kehidupan bangsa ini menjadi semrawut salah satunya adalah gara-gara telinga, hati, dan otak kita senantiasa dijejali oleh karya-karya seni yang cuma mengabdi ke pasar, tidak ke kualitas. Entahlah.

Di depan Fadli, Idris pun bilang hendak merekam lagu-lagu saya agar bisa dinikmati oleh banyak orang. Untuk yang terakhir itu, saya sungguh tak peduli. Saya bermusik dengan senang hati. Target saya hanya untuk menghibur diri sendiri dan juga mereka yang ingin saya hibur.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com