Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Metallica dan Filsafat Kehidupan ala Heavy Metal

Kompas.com - 17/07/2016, 10:00 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

Sebait lirik dari lagu "Broken, Beat & Scarred" pernah menyelamatkan hidup seorang penggemarnya yang mengalami depresi.

"You rise, you fall, you're down, then you rise again. What don't kill you make you more strong. Breaking your life, broken, beat and scarred. But we die hard."

Tahun 2007, seorang profesor bidang filsafat di Kings College, Pennsylvania, bernama William Irwin menerbitkan buku yang berjudul Metallica and Philosophy: A Crash Course In Brain Surgery.

Buku tersebut merupakan kumpulan esai filsafat dari 20 akademisi yang membedah beberapa lirik lagu Metallica menggunakan teori para filsuf terkenal.

Dalam pengantar di dalam bukunya, Irwin mengatakan bahwa lirik-lirik lagu Metallica yang umumnya ditulis oleh James Hetfield seperti sebuah rangkaian puisi yang sama indahnya dengan puisi karangan Bob Dylan ataupun The Doors.

Menurut Irwin, lirik lagu Metallica lebih bermakna filosofis jika dibandingkan dengan lirik yang pernah ditulis oleh The Beatles dan U2.

Irwin memandang sebagian besar lirik lagu Metallica mampu menyentuh banyak aspek kehidupan.

Dia menggunakan beberapa lirik lagu Metallica sebagai bahan pengantar diskusi filsafat, dengan mengaitkannya pada ajaran filsuf terkenal seperti Aristoteles, Plato, Nietzsche, Jean-Paul Sartre hingga Karl Marx.

"Metallica bukan sekadar tentang musik," kata Irwin.

Hukuman mati

Salah satu esai berjudul Ride The Lightning: Why Not Execute Killes? yang ditulis oleh Thom Brooks misalnya, mengajak pembaca masuk dalam perdebatan tentang penerapan hukuman mati.

Dari lirik Metallica, Brooks memberikan pemahaman bahwa setiap narapidana, bahkan seorang pembunuh berantai sekalipun, tidak berhak untuk dijatuhi hukuman mati. Meskipun sang pembunuh tidak merasa menyesal atas perbuatannya itu.

Menurut Brooks, lagu "Ride The Lightning" ingin menyampaikan bahwa siapapun tidak memiliki hak untuk menghabisi nyawa orang lain atas kejahatan yang telah diperbuatnya.

Brooks mengutip bagian lirik yang menggambarkan perasaan seorang terpidana mati menurut interpretasi James Hetfield.

Wait for the sign, to flick the switch of death. It's the beginning of the end. Sweat, chilling cold. As i watch deat unfold. Consciousness my only friend. My fingeers grip with fear. What am i doing here?

Kematian, kata Brooks, tidak bisa dijadikan sebagai bentuk sebuah penghukuman. Penerapan hukuman mati di suatu negara menunjukkan betapa tidak beradabnya logika hukum yang digunakan untuk mengatur ketertiban masyarakat.

Filsuf Jonathan Glover menyebut hukuman mati sebagai hukuman mati sebagai sebuah kejahatan keji dan hukuman tak wajar.

Seperti juga yang pernah dikatakan Mahatma Gandhi, "an eye for an eye will only make the whole world blind" atau "mata dibalas mata hanya akan membuat seluruh dunia buta".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com