JAKARTA, KOMPAS.com - Syamsul Fuad, penulis cerita asli film Benyamin Biang Kerok (1972), mengaku tertawa saat digugat balik Rp 50 miliar karena dianggap sebagai penyebab jebloknya film yang diproduksi Max Pictures.
"Saya ketawa. Semua orang juga. Coba lihat, banyak yang ketawa. Mereka kok nyalahin saya. Mereka bilang, 'kok Pak Fuad yang disalahin'," kata penulis berusia 81 tahun tersebut, ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (19/4/2018).
Sebagai sineas senior, ia menilai rumah produksi Benyamin Biang Kerok versi baru salah menargetkan pangsa pasar.
Hal itu yang dianggapnya sebagai penyebab tidak tercapainya target enam juta penonton, bukan karena gugatannya terkait hak cipta.
Baca juga : Penulis Benyamin Biang Kerok: Digugat Rp 50 Miliar? Saya Tambah Pakaian Dalam!
"Saya sebagai orang film saya katakan bahwa mereka salah sasaran. Tidak bisa dicerna sama penonton. Tidak menggugah padahal film harus menggugah," kata Syamsul.
Pada 5 Maret 2018 lalu, Syamsul melalui tim kuasa hukumnya mengajukan gugatan ke PN Jakarta Pusat terhadap Falcon Pictures dan Max Pictures.
Baca juga : Syamsul Fuad Sebut Rumah Produksi Benyamin Biang Kerok Hanya Cari Alasan
Tak hanya itu, bos Falcon Picture HB Naveen dan produser film tersebut juga menjadi pihak tergugat.
Dalam gugatannya, Syamsul menuding tergugat telah melakukan pelanggaran hak cipta atas cerita Benyamin Biang Kerok dan Biang Kerok Beruntung.
Syamsul menuntut ganti rugi materiil Rp 1 miliar untuk harga penjualan hak cipta film Benyamin Biang Kerok yang tayang 1 Maret 2018 lalu.
Baca juga : MAX Pictures Tuntut Ganti Rugi Rp 35 Miliar kepada Penulis Naskah Asli Benyamin Biang Kerok
Selain itu, Syamsul menuntut royalti penjualan tiket film tersebut senilai Rp 1.000 per tiket.
Tak cuma itu, ia pun menggugat para tergugat untuk membayar ganti rugi immateril sebesar Rp 10 miliar yang mencakup kerugian akan hak moralnya sebagai pencipta atau pemegang hak cipta cerita Benyamin Biang Kerok.
Terakhir, Syamsul meminta para tergugat melakukan permohonan maaf kepadanya dan klarifikasi melalui media massa terhadap masyarakat atas pelanggaran hak cipta tersebut.