Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Museum Bumi Manusia, Buah Kegelisahan Hanung Bramantyo

Kompas.com - 19/08/2019, 10:00 WIB
Kurnia Sari Aziza

Editor

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Untuk mengenang karya sastrawan Pramoedya Ananta Toer, Museum Bumi Manusia dibangun di kawasan Studio Alam Gamplong, Desa Gamplong, Moyudan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. 

Lokasi yang dijadikan museum tersebut merupakan setting rumah Nyai Ontosoroh, ibunda Annelies, dalam film Bumi Manusia.

Ada aturan bagi warga yang ingin mengunjungi Museum Bumi Manusia.

Baca juga: Perjalanan Tokoh Bumi Manusia, dari Tirto, Minke hingga Iqbaal Ramadhan

Pengunjung dibatasi 10 orang tiap 30 menit untuk masuk ke dalam rumah dua lantai tersebut.

Pihak pengelola mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang tidak diinginkan ke depannya.

Rumah dua lantai tempat Minke dan Annelies pertama kali bertemu itu memang terlihat tidak kuat menahan orang banyak yang masuk bersamaan.

Baca juga: Review: Bumi Manusia, Pembuktian Iqbaal Ramadhan dan Hanung Bramantyo

Di dalamnya terdapat ruang makan tempat jamuan Nyai Ontosoroh dan keluarga, kamar Annelies, lengkap dengan barang antiknya. 

Kemudian di bagian luar juga ada pendopo serta kereta kuda yang biasa mengantarkan Nyai Ontosoroh, Minke, dan Annelies. 

Set pendopo dalam film Bumi Manusia. Pendopo ini juga termasuk di dalam Museum Bumi Manusia, Desa Gamplong, Yogyakarta. Dokumentasi Falcon Pictures Set pendopo dalam film Bumi Manusia. Pendopo ini juga termasuk di dalam Museum Bumi Manusia, Desa Gamplong, Yogyakarta.
Sutradara film Bumi Manusia Hanung Bramantyo mengatakan, Museum Bumi Manusia dapat dipergunakan untuk para penggemar karya Pramoedya Ananta Toer berkumpul.

"Tidak ada komersialisasi di sini. Masuknya sebagaimana museum akan membayar, semata-mata untuk perawatan," kata Hanung saat peresmian Museum Bumi Manusia di Yogyakarta, Selasa (13/8/2019). 

Baca juga: Sinopsis Film Bumi Manusia yang Tayang Hari Ini

Hanung mengatakan, pihaknya sudah meminta izin keluarga Pramoedya Ananta Toer untuk membangun Museum Bumi Manusia.

Ia berahrap, lokasi tersebut dijadikan sebagai monumen atau tonggak pengingat bagi para penggemar karya Pramoedya Ananta Toer. 

Buah kegelisahan Hanung Bramantyo

Museum Bumi Manusia didirikan untuk mengenang adanya karya sastra klasik yang dibuat berdarah-darah dan penuh perjuangan.

Hanung mengatakan, karya Pramoedya dibuat untuk menyelamatkan para tahanan yang ditahan tanpa proses peradilan, tidak sekadar imajinasi, tetapi juga membangun mental yang kuat berjuang melawan ketidakadilan.

"Buat saya hal ini harus dirayakan, dirasakan bareng-bareng oleh anak-anak muda kita, oleh generasi anak-anak saya yang terputus, bahkan generasi saya pun bertemu dengan Pak Pram sudah di atas usia 50 tahun," ujar Hanung Bramantyo. 

Baca juga: [INFOGRAFIS] Tirto Adhi Soerjo, Inspirasi Tokoh Minke dalam Film Bumi Manusia

Kamar Annelies dalam film Bumi Manusia. Kamar ini juga termasuk di dalam Museum Bumi Manusia, Desa Gamplong, Yogyakarta. Dokumentasi Falcon Pictures Kamar Annelies dalam film Bumi Manusia. Kamar ini juga termasuk di dalam Museum Bumi Manusia, Desa Gamplong, Yogyakarta.
Terlebih, lanjut dia, banyak anak muda seusia anaknya yang tidak mengetahui siapa itu Pramoedya Ananta Toer dan karya-karyanya. 

"Akhirnya membuat saya gelisah, terutama saya pengin ajarin anak saya bahwa ada sebuah karya sastra yang berbicara tidak hanya soal cinta, tetapi berbicara tentang Indonesia," kata Hanung.

Lebih jauh dari itu, Hanung mengatakan, Indonesia terbentuk atas dasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar 45.

Baca juga: Iqbaal Perankan Minke di Bumi Manusia, Hanung: Come On..

Ketika bangsanya tidak mempercayai dua hal tersebut, maka Indonesia akan kembali ke era kolonialisme atau seperti gambaran dalam novel Bumi Manusia.

Saat itu, hanya ada perbedaan ras, pergulatan relasi antarkelompok, perbedaan pribumi dengan indo.

"Semua punya aturan dan spesifikasi sendiri dan semua demi kepentingan kelompoknya. Ketika kita kembali kepada kelompok masing-masing, kita sudah melupakan Indonesia dan itu yang harus kita lawan, kembali pada Indonesia dan penjajahan di atas dunia harus dihapuskan," tuturnya.

Baca juga: [INFOGRAFIS] Perjalanan Hidup Pramoedya Ananta Toer, Pengarang Novel Bumi Manusia

Set meja makan dalam film Bumi Manusia. Set meja makan ini juga termasuk di dalam Museum Bumi Manusia, Desa Gamplong, Yogyakarta. Dokumentasi Falcon Pictures Set meja makan dalam film Bumi Manusia. Set meja makan ini juga termasuk di dalam Museum Bumi Manusia, Desa Gamplong, Yogyakarta.
Putri Pramoedya Ananta Toer, Astuti Ananta Toer berharap, keberadaan Museum Bumi Manusia dapat memperkenalkan Pramoedya Ananta Toer ke masyarakat luas. 

"Kami sekeluarga saat itu untuk memperkenalkan Pram kembali, kami pergi ke sekolah-sekolah, universitas-universitas di daerah, ternyata kurang efektif," ujar Astuti.

Saat itu, lanjutnya, hanya beberapa orang yang akhirnya mengenal Pramoedya usai pengenalan di sekolah-sekolah.

Baca juga: Digunakan Syuting Bumi Manusia, Ini 5 Fakta soal Desa Wisata Gamplong

Ia berharap, jutaan orang dapat mengenal Pramoedya Ananta Toer dan karyanya setelah menonton film Bumi Manusia.

"Kalau ada orang yang bisa mengenalkan Pram saja, saya sudah terima kasih, apalagi dibuatkan tempat ini (museum), saya terima kasih sekali," kata Astuti. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau