Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mira Lesmana: Perjalanan Merekam Zaman

Kompas.com - 18/05/2016, 14:43 WIB

Ketika tinggal di Sydney, Australia, kakak musisi jazz Indra Lesmana itu merasakan euforia menonton film di bioskop multiplex yang waktu itu belum ada di Indonesia.

Setiap akhir pekan, Mira bisa menonton lima film dalam sehari.

Waktu itu, ia baru duduk di bangku SMA dan telah berpikir, "kok bisa orang bikin film sebagus itu".

Mira pun bertekad mendalami dunia film. Karena itu, setelah lulus SMA di usia 17 tahun, ia pergi ke sebuah sekolah perfilman di Sydney untuk mendaftar sebagai mahasiswa.

Namun, ia langsung ditolak lantaran belum memiliki karya apa pun. Pihak kampus menyarankan Mira mengambil kelas fotografi terlebih dahulu, atau kembali ke Jakarta dan belajar sinematografi di Institut Kesenian Jakarta (IKJ).

Setelah setahun di IKJ, Mira dipersilakan meneruskan sekolah film di Sydney. Kebetulan sekolah film itu punya program pertukaran mahasiswa dengan IKJ.

Mira mengikuti saran itu. Ia mendaftar di IKJ sekaligus ikut kelas fotografi. Namun, setahun kuliah di IKJ, dia merasa betah.

"Ternyata di IKJ malah dapat pacar, kuliahnya juga enak. Ya sutralah (sudahlah) yaaa, ha-ha-ha," kenangnya.

Selama kuliah, ia mendapatkan pelajaran penting dari guru-gurunya, seperti Teguh Karya, Slamet Rahardjo, dan Nya Abbas Akub.

"Mereka sering bilang, kalau tidak penting (film itu) enggak usah dibuat. Pelajaran itu aku pegang benar. Film itu harus penting bagiku sebagai pembuat, juga penting bagi masyarakat."

Sembari kuliah, Mira bekerja di perusahaan periklanan.

"Dari situ saya belajar marketing tanpa harus sekolah. Saya merasa sangat beruntung, sebagai film maker saya juga marketer. Dan, begitulah seharusnya."

Setelah delapan tahun di dunia periklanan, Mira akhirnya tergoda juga untuk kembali ke dunia film.

"Saya merasa terpanggil. Saya tuh sekolah film, so I have to go back," ujarnya.

Tahun 1995, Mira mengundurkan diri dari perusahaan periklanan yang memberinya gaji besar dalam dollar AS.

Selanjutnya ia mendirikan Miles Production (kini Miles Films). Lewat perusahaan itu ia membuat program televisi Anak Seribu Pulau. Kemudian, ia masuk ke rimba perfilman nasional.

Saat itu, wajah perfilman nasional sedang didominasi film esek-esek. Itu adalah masa ketika industri film dianggap banyak kalangan sedang berada di masa kegelapan.

Mira dengan "keluguannya" bertekad menawarkan film yang berbeda.

Bersama Riri Riza, Nan Triveni Achnas, dan Rizal Mantovani, mereka membuat film Kuldesak (jalan buntu) tahun 1997 yang bercerita tentang dunia anak muda Jakarta dengan segenap problemnya. Film itu langsung jadi pembicaraan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com