Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjadi Tuan di Negeri Sendiri

Kompas.com - 12/03/2017, 20:00 WIB

Sebagai gambaran, setiap bulan label-label rekaman besar skala internasional terus-terusan mengguyur pasar musik Indonesia.

Rilisan-rilisan baru musisi dan penyanyi luar negeri tak pernah berhenti, berbanding terbalik dengan rilisan untuk musisi dan penyanyi dalam negeri yang seolah seret.

Salah satu label internasional, misalnya, dalam satu bulan bisa merilis 12 album untuk artis dan musisi luar, tetapi hanya merilis satu album untuk musisi dalam negeri.

Tidak mengherankan apabila anak-anak muda, bahkan anak-anak kecil di Tanah Air, bisa dengan fasih menyanyikan lagu-lagu Barat, tetapi nyaris tak kenal dengan musisi atau penyanyi dalam negeri.

Bayangkan ada anak kelas II sekolah dasar yang memburu konser Ne-Yo di panggung Jakarta International BNI Java Jazz Festival 2017 lalu atau fasih menyanyikan lagu-lagu Justin Bieber, tetapi tak kenal nama Raisa atau Tulus.

Padahal, Raisa untuk kedua kalinya menyabet gelar Best Pop Female Solo Artist di ajang Anugerah Musik Indonesia (AMI) 2016, sementara Tulus dinobatkan sebagai Best Pop Male Solo Artist AMI 2016.

Lagu-lagu mereka pun cukup merajai tangga lagu di radio Tanah Air dan diputar berulang-ulang di radio.

Konser dan panggung musik yang menghadirkan musisi-musisi Tanah Air beberapa memang cukup dipadati penonton.

Misalnya, ajang Java Jazz Festival atau Synchronize Festival yang berhasil menyedot penonton hingga ribuan orang dalam tiga hari penyelenggaraan.

Meski demikian, perhatikan juga bagaimana konser musisi luar negeri yang digelar di luar Indonesia pun, seperti Coldplay, diburu penonton asal Indonesia. Mereka tak ragu merogoh kocek hingga jutaan rupiah demi menonton musisi luar negeri idola mereka.

Dengan "musuh" yang sedemikian besar, amunisi yang dimiliki pelaku industri musik di dalam negeri tampaknya masih terlalu kecil.

Hal ini, antara lain, menurut penyanyi Tompi disebabkan hingga kini baik pemerintah maupun musisi-musisi di Tanah Air belum bergerak bersama-sama untuk menjadikan musik Indonesia tuan di negeri sendiri.

"Masing-masing masih bergerak sendiri. Artisnya sibuk sendiri, pemerintahnya juga sibuk sendiri," ujar Tompi.

Dia mencontohkan bagaimana musisi di Tanah Air masih banyak yang terlalu cuek dengan perkumpulan yang mewadahi musisi. Persatuan Artis, Pencipta, dan Rekaman Musik Indonesia (PAPRI) misalnya.

"Maunya ada yang ngurusin. Yang sebenernya bisa kerja bener juga enggak mau terlihat dan akhirnya cuma bisa nyalahin kalau ada yang dianggap salah," ungkap Tompi dalam diskusi yang digelar di W&S Café di Citos, Jakarta.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com