Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Satria Heroes": Tiga Satria Berkekuatan Hewan Melawan Kejahatan

Kompas.com - 08/05/2017, 23:15 WIB
Ati Kamil

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com -- Kemunculan film layar lebar bergenre fiksi sains kaya efek spesial (tokusatsu) ala Jepang tentang pahlawan super berbaju zirah, Satria Heroes: Revenge of Darkness, sepertinya punya dua makna, setidaknya bagi dua generasi penggemarnya.

Film ini merupakan versi layar lebar film-film serial berkarakter sama yang ditayangkan di salah satu stasiun televisi swasta nasional.

Makna pertama terutama bagi generasi mereka yang mengalami masa kecil atau remaja di era 1980 dan 1990-an.

Kehadiran versi layar lebar film para pahlawan super Satria kali ini, yang diklaim banyak mengambil latar belakang unsur keindonesiaan ini, bisa menjadi semacam "pengobat rindu" pengalaman masa kecil.

Pada era tahun-tahun tersebut bisa dibilang memang ada banyak film serial bergenre sejenis asal Jepang, yang awalnya dapat ditonton lewat rekaman video, cakram video digital, dan kemudian masuk menjadi tayangan rutin di beberapa stasiun televisi swasta berjaringan, yang juga memang mulai bermunculan ketika itu.

Sementara itu makna kedua lebih dirasakan dan menyasar generasi anak-anak dan remaja sekarang, terutama mereka yang memang menggemari dan mengikuti kisah petualangan para satria di versi serialnya.

Kehadiran versi layar lebar kali ini boleh jadi sebagai kejutan menggembirakan para penggemar dan penggila super hero lokal Indonesia, tetapi "bercita rasa" Jepang itu.

Baik film maupun versi serial tayangan pahlawan super Satria ini sendiri merupakan bentuk kerja sama antara pengusaha lokal sekaligus pencipta karakter di dalam film itu sendiri, Reino Barack, dan produsen film fiksi sains Jepang, Ishimori Productions, yang pernah sangat sukses dan terkenal di Indonesia dengan karakter pahlawan supernya, seperti Ksatria Baja Hitam dua dekade lalu.

Bersama Lala Hamid, Reino mendirikan perusahaan Rizki Bukit Sinema.

Baca juga: Dukung Film Reino Barack, Luna Maya Berbusana Satria Heroes

Dalam siaran persnya, Reino menyebut versi layar lebar pahlawan super Satria ini ditujukan kepada para penonton usia anak dan remaja, 5-15 tahun.

Proses pembuatannya dilakukan di dua negara, yakni Jepang dan Indonesia, termasuk melibatkan para kru dan pemain dari kedua negara, terutama sutradara Kenzo Maihara sebagai pengarah dan sutradara Indonesia, Arnandha Wyanto, sebagai co-director.

Istimewa
Film kali ini juga menjadi istimewa dengan kehadiran sosok aktor film laga Tanah Air yang telah mendunia, Yayan Ruhiyan.

Baca juga: Yayan Ruhian Sambut Film Anak

Yayan berperan sebagai Master Torga, guru dari salah seorang karakter satria yang belakangan digambarkan membelot menjadi jahat.

Master Torga sendiri juga memiliki kekuatan satria dengan karakter harimau sumatera.

Menarik pula melihat adegan Yayan menyebut semacam mantra perubahan, "Berubah", yang memang sangat khas disebutkan para pahlawan super ketika akan beralih rupa menjadi sosok makhluk berkekuatan super berbaju zirah.

Salah satu ciri khas keindonesiaan yang coba dimasukkan Reino memang dilakukan dengan cara menciptakan karakter pahlawan super dengan kekuatan hewan-hewan asli Tanah Air.

Selain Satria Torga (Fernando Surya) yang berkekuatan harimau sumatera, ada juga karakter pahlawan super Satria Bima X (Christian Loho) dan Azazel (Adhitya Alkatiri) yang berkekuatan burung Garuda.

Baca juga: Yayan Ruhian Kenalkan Pencak Silat kepada Anak-anak

Cerita dimulai dengan adegan di mana dua orang sahabat, Dimas sang Satria Torga dan Ray si Satria Garuda Bima X, sesama tokoh pahlawan super Satria, tengah berlatih pencak silat.

Keduanya berikrar untuk selalu menjadi sahabat setia dan saling membantu menghadapi kejahatan. Dunia ketika itu digambarkan dalam kondisi tenang setelah setahun berselang pasca-kekalahan kerajaan jahat Vudo.

Dimas diceritakan kemudian bepergian ke Jepang untuk bertemu pimpinan Takarada Corporation.

Saat sedang asyik berbincang dan diajak berkeliling mengenal beragam kebudayaan "Negeri Matahari Terbit" itu, sekelompok ninja menyerang.

Belakangan muncul sosok jahat misterius bernama Mamoun, yang dengan Kristal besar berpendar cahaya ungunya berhasil memengaruhi Dimas untuk takluk dan mengikuti kemauannya.

Pada saat bersamaan Ray si Satria Bima X tengah berada di dunia paralel dan tiba-tiba mendapat semacam wangsit dari roh Garuda, berisi peringatan akan munculnya musuh berkekuatan super baru.

Pertempuran seru berlanjut dengan kemunculan karakter jahat baru, Osiris, yang memiliki penampilan seperti para Satria Garuda, tetapi dengan bentuk lebih menyeramkan.

Dalam potongan adegan lampau digambarkan Osiris adalah murid Master Torga, yang membelot dan merasa dendam serta ingin menghabisi semua satria yang ada.

Kekuatan Osiris sendiri masih sangat tangguh, bahkan ketika Ray dan Dimas mendapat bantuan dari Reza, Satria Azazel, yang pada cerita sebelumnya digambarkan telah tewas dalam sebuah pertempuran.

Ketiga satria mengeluarkan kesaktian dan senjata-senjata canggih mereka untuk melumpuhkan dan mengalahkan Osiris.

Pertempuran sengit penuh ledakan dan efek spesial komputer membuat adegan laga menjadi menarik. (WISNU DEWABRATA)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Mei 2017, di halaman 28 dengan judul "Pahlawan Super Indonesia".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com