"Indonesians are deprived from their own history."
INI yang selalu saya jawab ketika wartawan asing mewawancarai atau di dalam panel diskusi yang menyangkut fiksi sejarah.
Pelajaran sejarah, seperti juga sastra , adalah sesuatu yang tak dibahas dengan serius dan mendalam di dalam kurikulum pendidikan kita.
Bahkan ketika di bangku SMA di masa Orde Baru, mereka yang duduk di kelas IPA tak lagi memperoleh pelajaran sejarah atau geografi.
Bisa dibayangkan, pengetahuan sejarah modern Indonesia tentang peristiwa tragedi 1965 yang selama puluhan tahun didominasi oleh perspektif tunggal Orde Baru.
Paling tidak untuk generasi saya dan mereka yang lahir dan tumbuh menjadi dewasa selama pemerintahan Soeharto sejak 1966 hingga 1998.
Namun pasca 1998, revisi atau penambahan sejarah Indonesia secara resmi tak kunjung dilakukan.
Beberapa anak-anak SMA menyampaikan pada saya bahwa sejarah 1998 hanya ditulis dalam satu alinea bahwa Presiden Soeharto mengundurkan diri pada Mei 1998, tanpa penjelasan apa pun. Bayangkan, kini kita sudah akan memasuki tahun 2021.
Itulah sebabnya saya menyatakan kalimat itu: "Indonesians are deprived from their own history."
Menurut sejarawan dan Pemimpin Redaksi Historia.id Bonnie Triyana, "Ada sejarah di ruang kelas, ada pula sejarah di ruang publik.
Sejarah di ruang publik berjalan lebih baik," demikian katanya dalam program podcast "Coming Home with Leila Chudori" episode terbaru.
Episode ini sesungguhnya membahas buku sejarah "Nusantara – Sejarah Indonesia" karya sejarawan Belanda Bernard H.M Vlekke yang diterbitkan pertama kali 60 tahun silam.
Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan kini diterbitkan Penerbit Kepustakaan Populer Gramedia, buku "Nusantara" bisa dikatakan sebuah upaya komprehensif merangkum sejarah Indonesia sejak ribuan tahun lalu ketika masih terdiri dari berbagai kerajaan Hindu hingga masa masa kolonialisme.
Karena itu, sebetulnya, penulisan Vlekke berhenti sebelum Indonesia merdeka. Tetapi tentu saja pembahasan dengan Bonnie Triyana tak bisa tak menyentuh persoalan sejarah modern Indonesia tadi karena sejarah modern itulah yang ikut menentukan cara berpikir, bertindak dan bersikap saat ini.
Penulisan sejarah Indonesia kuno pun sebetulnya tak terlalu berlimpah ruah.