Di dalam buku kumpulan esei "Perceptions of the Past in Southeast Asia" (1979) yang disusun Anthony Reid dan David Marr, ada pertanyaan yang penting untuk dijawab, bahkan sampai saat ini: apakah Indonesia mempunyai tradisi mencatat dan menulis sejarah sebagaimana lazimnya sejarawan Barat mendata dan menganalisis?
Pembahasan ini cukup menarik karena di dalam buku "Nusantara – Sejarah Indonesia" karya sejarawan Belanda Bernard HM Vlekke pertanyaan serupa muncul.
Menurut Vlekke, para sejarawan asing "jengkel" saat menekuni dan mempelajari sejarah Indonesia karena "kitab sejarah Jawa" seperti Pararaton dan Negara Kartagama adalah campuran sejarah, legenda, dan mistik.
Menanggapi hal ini, Bonnie mengatakan bahwa tentu saja sejarawan modern di Indonesia selalu akan memilah mana yang dianggap sebagai "mitologi" dan mana yang dianggap sebagai fakta terutama karena memang ada bukti-bukti peninggalan artefak yang sudah dikonfirmasi para arkeolog.
Seperti dikatakan Bonnie Triyana, buku karya Bernard Vlekke penting dan menarik dibaca meski kita tetap harus kritis karena Vlekke adalah sejarawan Belanda yang konservatif.
Dia menganggap sosok macam JP Coen adalah "seorang negarawan dengan visi besar dan imajinasi dan pandangan jauh ke depan yang menjadi ciri utama pemimpin sejati manusia."
Menanggapi pernyataan ini, Bonnie menganggap Vlekke tentu saja mempunyai bias personal karena lebih memandang Coen sebagai sosok pribadi dan tak meletakkan posisi Coen sebagai seseorang yang bertanggung jawab atas pembantaian sekitar 15.000 penduduk Kepulauan Banda, misalnya.
Perbincangan ini bisa Anda ikuti dalam program podcast "Coming Home with Leila Chudori" di Spotify.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.