Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyanyikan Lagi Kantata Takwa

Kompas.com - 06/01/2017, 17:29 WIB

 

Meskipun begitu, Kantata Takwa bukan sekadar band protes terhadap Orde Baru. “Kita mengkritik sistem, bukan orang. Tapi, kalau soal lagu-lagu itu terinspirasi Soeharto, tentu iya," terang Yockie.

"Yang pasti kita menolak segala macam pemaksaan kehendak dan kekuasaan yang semena-mena, hukum yang tidak dikawal, hukum yang hanya milik penguasa, rakyat tidak berdaulat. Kebetulan itu terjadi di era Orde Baru."

Maka, konteks lah yang kemudian membentuk mereka.

Tujuh tahun setelah Kantata Takwa rilis, Indonesia diguncang oleh krisis ekonomi yang hebat. Instabilitas politik yang menyusul membuat Soeharto dijatuhkan oleh gerakan Reformasi pada bulan Mei 1998.

Setelah diktator besar tersebut lengser, Kantata Takwa yang telah lama mati suri muncul lagi dengan berbagai nama dan filosofi bermusik. Mulai dari Kantata Revolvere yang rilis di tahun 1998, hingga konser reuni Kesaksian yang berlangsung pada tahun 2003, Kantata menjadi proyek kesayangan Setiawan Djody dengan serangkaian musisi yang silih berganti menyumbangkan kemampuan mereka.

Memasuki dekade 2000-an, sempat terbersit ide untuk mengubah Kantata Takwa menjadi Kantata Samudra, untuk merepresentasikan ide bahwa Indonesia adalah negara maritim yang perlu dikelola dengan pendekatan maritim.

Namun, nasib berkata lain.

"Pasca kesepakatan itu, Setiawan Djody sakit, Rendra sakit, yang lain punya kesibukan pribadi masing-masing, semuanya terbengkalai, hingga akhirnya matilah kesepakatan itu," kisah Yockie.

Pada tahun 2009, WS Rendra meninggal dunia, dan Kantata Takwa kehilangan pembimbing ideologisnya.

"Dia berhasil mempersatukan paradigma kita semua," ujar Yockie.

"Rendra mampu merumuskan pikiran-pikiran kita semua sehingga akhirnya menjadi sebuah ketentuan, sebuah ide. Ketika sekarang Rendra tidak ada, tidak ada yang menampung dan mampu merumuskan jalan pikiran masing-masing sehingga menjadi langkah strategis."

Pasca-Rendra tutup usia, anggota Kantata Takwa yang tersisa tergerak untuk berkumpul lagi dan mengadakan konser, yang kemudian diadakan pada tahun 2011 dengan julukan Kantata Barock.

Namun, konser ini tak lepas dari kontroversi. Acara ini sempat disambut dengan nota penolakan oleh ahli waris Rendra dan Yockie.

"Saya mempertanyakan pesan mereka," sergah Yockie, berapi-api.

“Karena kalau saya mengacu pada konsep Kantata yang awal, kita berangkat dari kesepakatan melawan penindasan dan kesewenang-wenangan. Kalau sekarang Rendra sudah tidak ada, memang bukan berarti Kantata harus sudah selesai. Cuma, apa yang kita rumuskan sekarang? Saya menuntut kita duduk dulu berempat, kita rumuskan, kemudian apa langkah-langkah strategisnya, baru kemudian kita jalan. Tapi, rupanya hasrat ingin tampil dan ingin konser itu lebih dominan dari ideologi atau visi yang ingin dicapai. Saya lihat masing-masing, 'Oh, ini urusannya sudah bukan ideologis lagi. Ini urusannya ingin tampil, ingin bayaran, ada kontrak.' Akhirnya saya mundur.”

“Buat saya, enggak pantas lah. Enggak etis," lanjut Yockie.

"Dan semenjak itu, terus terang saja, saya melihat penampilan-penampilan teman-teman tidak lebih dari band hiburan. Ini sangat bertolak belakang dengan spirit Kantata Takwa yang saya yakini. Saya tidak mau melihat mereka jadi seperti band OSIS, band SMA."

Sejak saat itu, hubungan Yockie dengan personel Kantata yang lain terbilang renggang. Ia terakhir mengobrol dengan personel Kantata Takwa pada tahun 2014, di tengah ingar bingar terpilihnya Joko Widodo sebagai Presiden baru Indonesia.

"Kasarnya begini," kisah Yockie.

"Saya bilang ke Setiawan Djody, 'Mas, kita itu sekarang ini mengusung suatu tanggung jawab moral. Karena kita bagian dari generasi yang ikut membakar terjadinya peristiwa Reformasi. Kalau sekarang saya lihat kondisinya seperti sama saja, saya merasa punya kewajiban untuk menyampaikan apa yang pernah kita sampaikan. Untuk mengingatkan lagi'."

Ajakan ini disambut secara positif oleh Setiawan Djody, yang meminta Yockie mengumpulkan kembali para personel lama Kantata Takwa. Namun, upaya ini gagal.

"Terus terang saja, saya berhadapan dengan kekuatan korporasi. Saya dibenturkan dengan mereka. 'Oh, sekarang sudah bicara angka, nih? Sekarang sudah bicara aku dapat apa, kamu dapat apa?' Saat itu saya pikir, nurani Kantata itu sudah tidak ada. Sudah terkikis. Jadi, saya lebih sedih lagi. Akhirnya saya bilang ke Setiawan Djody, 'Mas, aku enggak berhasil kumpulin teman-teman.' Ya sudahlah, kata dia.”

Ia terdiam cukup lama.

"Sejak saat itu, saya tidak pernah bertemu mereka lagi, mas." tutupnya.

“Sampai detik ini.”

Halaman Berikutnya
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com