Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyanyikan Lagi Kantata Takwa

Kompas.com - 06/01/2017, 17:29 WIB

Konser perdana kelompok Kantata Takwa di Jakarta adalah awal mula dari bertahun-tahun dialog dan kolaborasi antara beberapa nama terbesar dalam kesenian Indonesia. Malam bersejarah itu dapat terwujud berkat serangkaian perkenalan tak terduga, penindasan di bawah rezim otoriter, dan dedikasi seorang konglomerat nekat.

Pada tahun 1989, Yockie Suryo Prayogo sedang rehat di Jakarta setelah konser keliling Indonesia bersama bandnya, God Bless. Panggilan telepon iseng dari penabuh drum legendaris Jelly Tobing membawanya ke rumah bergerbang hijau di Kebon Jeruk.

"Ia (Jelly Tobing) mengajak saya untuk menemani dia berhura-hura (jam-session) main musik di rumah seorang kenalannya," tulis Yockie, bertahun-tahun kemudian.

Kenalan tersebut, lanjut Yockie, adalah seorang "pehobi musik" yang kebetulan memiliki fasilitas band lengkap di rumahnya. "Saya sendiri diberitahu oleh Jelly Tobing, bahwa orang tajir tersebut namanya Setiawan Djody."

Pada masanya, Setiawan Djody adalah salah satu pebisnis paling berpengaruh di Indonesia. Melalui perusahaan SETDCO Group, ia merambah bidang telekomunikasi, konstruksi, hingga kelapa sawit.

"Nama Setiawan Djody adalah jaminan kertas bernilai yang enggak berseri," ucap Yockie.

Setiawan pun dikenal memiliki hubungan erat dengan penguasa, termasuk dengan Presiden Indonesia saat itu, Soeharto.

Namun, ia tidak hanya dikenal sebagai seorang pebisnis kelas kakap. Setiawan memiliki ketertarikan khusus pada dunia seni, dan telah lama menjadi maesenas (pendana) bagi Bengkel Teater yang dikelola penyair kontroversial WS Rendra. Sokongan dananya bahkan telah membawa Bengkel Teater melakukan pementasan di Amerika Serikat.

Konglomerat flamboyan ini juga menjalin pertemanan akrab dengan figur papan atas dunia musik seperti Mick Jagger dan David Bowie.

Selain ranah sastra dan teater, ia pun berkenalan dan menjadi maesenas bagi Iwan Fals, yang kala itu telah menjadi salah satu penyanyi top di Indonesia. Pada tahun 1989, Iwan Fals merilis album Mata Dewa. Setiawan Djody tak hanya memberi dukungan fasilitas dan dana untuk album tersebut –ia juga memainkan instrumen dan mengisi vokal latar.

Mengandalkan lagu hits berjudul sama yang ditulis saat mereka berdua nongkrong di pantai Kuta, album tersebut meledak di pasaran.

"Setelah ketemu dengan Setiawan Djody, saya menyayangkan kalau kita bikin band yang seperti itu-itu saja," Kisah Yockie.

"Saya ingin ini jadi sesuatu yang punya makna lebih dalam dari sekadar main musik. Pada saat itu, kebetulan saya dikenalkan dengan WS Rendra."

Di sana, ia pun bertemu seorang kawan lama, musisi legendaris Harry Roesli. 

"Kami ngobrol, merumuskan, 'Yuk, kita bikin kelompok musik yang bicara mengenai masalah sosial, politik, ekonomi, dan segala macam'."

 

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com