Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyanyikan Lagi Kantata Takwa

Kompas.com - 06/01/2017, 17:29 WIB

 

Di buklet album Kantata Takwa, terselip tiket untuk menghadiri konser akbar Kantata Takwa di Gelora Bung Karno, pada tanggal 23 Juni 1990. Tawaran tersebut nantinya akan disambut oleh lebih dari seratus lima puluh ribu orang yang memadati Senayan, dan berujung pada konser lanjutan yang juga membludak di Solo dan Surabaya.

Pada selamatan untuk merayakan rampungnya album tersebut, Kantata Takwa bertemu dengan seorang teman lama, seorang musisi dan sutradara kawakan bernama Eros Djarot.

"Secara singkat, terjadilah terjadilah dialog antara pihak Kantata dengan Eros Djarot," kenang Yockie.

"Dia bilang, 'Ini kalau dibikin film seru juga konsepnya'. 'Oh, boleh!'. Barulah gagasan untuk membuat film itu dicanangkan."

Eros Djarot beserta krunya lantas mengikuti Kantata Takwa dalam konser mereka di Jakarta, Solo dan Surabaya, merekam konser mereka, dan mereka-reka adegan secara dadakan bersama para personil Kantata Takwa dan anggota Bengkel Teater.

Hasilnya adalah Kantata Takwa, film semi-dokumenter yang menggabungkan footage konser, narasi cerita fiktif, monolog dari Rendra, hingga percakapan panjang antara Sawung Jabo dan Iwan Fals. Di akhir film, Rendra dipenjara oleh seorang hakim bertopeng banyak, sementara para anggota Kantata Takwa lainnya dieksekusi satu per satu oleh pasukan tanpa wajah.

Meski direkam pada awal dekade 1990-an, film Kantata Takwa tidak pernah ‘keluar gudang’ hingga tahun 2008. Berbagai spekulasi berembus ihwal lambannya proses pengerjaan film ini –termasuk bahwa film tersebut dicekal karena dianggap terlalu kontroversial dan kritis.

Kenyataannya tidak sesederhana ataupun sedramatis itu. Film Kantata Takwa berdiam selama 18 tahun di gudang karena kesulitan dana, dan kesibukan masing-masing personel.

Kedua faktor inilah yang kemudian membuat eksperimen Kantata Takwa seolah mati suri setelah masa jayanya di awal dekade 1990-an.

"Harus diakui bahwa pasca-Setiawan Djody sebagai pengusaha berfungsi sebagai maesenas, ketika dia membiayai Kantata, biayanya besar sekali," tutur Yockie.

"Tentu itu berdampak pada kemampuan finansial dia. Itu antara lain kenapa Kantata Takwa mati suri selama 17 tahun."

Pada masa-masa di mana Rupiah masih ada di kisaran Rp 2,500 per dollar, satu kali konser Kantata Takwa disebut-sebut menghabiskan dana tak kurang dari Rp 1,5 miliar. Sebuah angka yang tergolong fantastis, bahkan bagi pengusaha sekaliber Setiawan Djody sekalipun.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com