Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyanyikan Lagi Kantata Takwa

Kompas.com - 06/01/2017, 17:29 WIB

Salah satu pertanyaan yang paling menggelitik, tentunya, adalah: Bagaimana mungkin kelompok musik seperti Swami dan Kantata Takwa dibiarkan begitu saja oleh Orde Baru?

Kemunculan kelompok seperti Swami dan Kantata Takwa bisa dibilang berani. Meski tak menyindir pemerintah secara gamblang, syair dari lagu seperti "Bongkar", "Bento", "Orang-orang Kalah", dan "Paman Doblang" mengkritik ketidakadilan dan penindasan tanpa ragu.

"Bento" misalnya, dianggap sebagai salah satu lagu paling ‘berani’, dengan lirik yang menggambarkan sosok pengusaha rakus yang memonopoli pasar. Bahkan, menurut desas-desus, Bento adalah kependekan dari Benteng Soeharto.

"Pernah saya ditanyain Ibu Tien (Soeharto), Bento ini siapa?" terang Setiawan Djody dalam sebuah wawancara.

"Saya bilang Bento ini umum. Orang atau pengusaha yang baik namanya Bento. Kalau Bento yang enggak baik, yang minta monopoli. Secara gak langsung saya menyindir pengusaha yang minta Pak Harto monopoli perdagangan, serakah."

Kedekatan Setiawan Djody dengan keluarga Cendana dan petinggi militer serta bisnis membuatnya lihai bersilat lidah menerangkan makna di balik lagu-lagu kontroversial Swami dan Kantata Takwa. Lirik lagu Bongkar yang berapi-api, misalnya, ia jelaskan sebagai lagu tentang "membongkar jati diri kita".

Bagi Yockie, interpretasi yang diberikan Setiawan Djody kepada penguasa tersebut sah-sah saja. "Saat itu, situasinya berbeda," ucap Yockie.

"Di zaman itu, memang belum biasa ada yang bicara seperti itu (mengkritik). 'Kalian mau makar ya?' Lho, kok mau makar? Wong cuma lagu, kok. Djody wajib menjelaskan, karena memang tidak ada niatan seperti itu, dan kekuasaan juga paham. Kita cuma nyanyi, kok."

Namun, di dalam Kantata Takwa itu sendiri, penolakan terhadap penindasan di bawah rezim Soeharto terbilang kencang.

"Djody tidak bisa membendung ketika Rendra protes mengenai otoritariannya Soeharto, ketika Iwan, Jabo dan saya menolak," tukas Yockie.

 

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com