Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sigek Cokelak Karya Sutradara Indonesia Masuk Festival Internasional

Kompas.com - 18/03/2018, 19:29 WIB
Ati Kamil

Editor

Ketika melakukan riset, Ashram mendapati perusahaan-perusahaan minyak kelapa sawit yang memang tergolong sehat. Namun, ada juga yang ilegal.

Para penanam modal yang ia temui untuk riset pun banyak yang keberatan dengan cerita yang akan ia angkat lewat Sigek Cokelat.

Ia pun kemudian berusaha untuk mendapatkan informasi dari para penanam modal yang ramah lingkungan.

Shooting film ini dilakukan selama 10 hari. Ashram, sebagai sutradara dan produser, melibatkan 25 orang kru yang 10 dari jumlah itu merupakan para penduduk lokal di Kalimantan Barat.

"Jadi, aku bawa beberapa orang dari Jakarta dan beberapa orang lokal yang memang membantu kami di situ dan mereka cukup baik-baik semua. Mereka welcome ke kami," tuturnya.

Baca juga: Produser Istirahatlah Kata-kata Punya Alasan Dahulukan Festival Internasional

Selain itu, ia dan kru juga mendapat bantuan dari lurah wilayah setempat yang meminjamkan dua rumah untuk mereka tempati selama shooting, mengingat di daerah tersebut tidak ada penginapan.

Mata Ashram terbuka ketika terjun langsung ke lokasi dan melihat secara dekat kondisi nyata dari kehidupan mereka.

"Ada perusahaan yang memang dengan massa yang besar dan punya nama besar. (Para pekerja) ya (diperlakukan) memang bagus gitu ya. Ada prosedur, ada safety, ada rules yang harus dikerjakan. Dan, tempat tinggalnya pun aku lihat cukup baik, ada beberapa," ujarnya.

Namun, Ashram mendapati masih ada penduduk yang bekerja di perusahaan berstatus tak jelas atau perusahaan besar yang tidak memperhatikan kesejahteraan para pekerjanya.

Tempat tinggal yang disediakan pun kecil dengan hawa panas yang terasa di dalamnya.

"Di sana panas sekali dan anak-anak yang masih kecil kadang-kadang harus membantu orangtua, karena dalam satu hari mereka harus bisa setor sekitar 75 seed (biji)," ceritanya.

"Harusnya anak-anak di sekolah gitu. Dari pagi sampai sore di sekolah dan malamnya belajar atau pun gimana, aktivitas. Tapi, ini harus membantu orangtua yang memang butuh karena dia harus bisa mencapai goal itu. Jadi, kondisinya memang cukup ada yang memprihatikan dan memang ada pun yang sudah terorganisir. Itu yang aku lihat di sana," lanjutnya.

Tanggapan positif dari para penonton di AS
Hingga kini film Sigek Cokelat belum ditayangkan di Indonesia, karena masih terikat dengan persyaratan di berbagai festival film internasional.

Tanggapan dari para penonton yang hadir, khususnya dalam sesi tanya jawab, di Colorado Environmental Film Festival 2018 di Colorado positif dan menggugah hati.

"Mereka mau mengubah diri mereka sendiri gitu, karena mereka setelah nonton kayak, 'I didn't know about that. I didn't know cokelat ini dari situ.' Dan, mereka enggak tahu apa yang terjadi di sana," ucapnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com